Hadits Ke Tiga Puluh Si Pandai dan Si Pandir

 Hadits Ke Tiga Puluh  

Si Pandai dan Si Pandir



عَنْ شَدَّادٍ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ الْأَمَانِيَ

Diriwayatkan dari Syaddad bin Aus dari Nabi , beliau bersabda : Orang yang cerdas (jenius/pandai) adalah orang yang bisa mengoreksi diri sendiri dan beramal untuk bekal setelah meninggal. Orang yang lemah (idiot/pandir) adalah orang yang senantiasa memperturuti kemauan hawa nafsunya dan banyak berangan kepada Allah akan sekian banyak harapan (tanpa usaha). (HR. Tirmidzi 2459)

***

Diantara cara Rasulullah saw mendidik sahabatnya adalah dengan analogi dan merubah mindset. Mula-mula Rasulullah bertanya, para sahabat menjawab, lalu Rasulullah memberikan jawaban terbaiknya. Seperti hadits :

ليسَ الغِنى عن كَثْرَةِ العَرَضِ، ولَكِنَّ الغِنى غِنى النَّفْسِ.

Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah hati yang selalu merasa cukup.” [HR. Bukhari no. 6446]


ليسَ الشَّدِيدُ بالصُّرَعَةِ، إنَّما الشَّدِيدُ الذي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ.

Orang kuat itu bukanlah orang yang jago bergulat. Akan tetapi orang kuat adalah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah. [Muttafaq 'Alaih: Hadits Shahih Al-Bukhari nomor 6114 dan Muslim nomor 2609]

[عن أبي هريرة:] هل تَدرون مَن المُفلِسُ؟ قالوا: المُفلِسُ فينا، يا رسولَ اللهِ، مَن لا دِرهَمَ له ولا مَتاعَ. قال: إنَّ المُفلِسَ مِن أُمَّتي مَن يَأتي يَومَ القِيامَةِ بِصِيامٍ وصَلاةٍ وزَكاةٍ، ويَأتي قد شتَمَ عِرْضَ هذا، وقذَفَ هذا، وأكَلَ مالَ هذا، فيُقعَدُ، فيَقُصُّ هذا مِن حَسَناتِه، وهذا مِن حَسَناتِه، فإنْ فنِيَت حَسَناتُه قبْلَ أنْ يَقضِيَ ما عليه مِن الخَطايا؛ أخَذَ مِن خَطاياهم فطُرِحَت عليه، ثم طُرِحَ في النّارِ

Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala amalan) shalat, puasa dan zakat. Tetapi dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” [HR. Muslim, no. 2581]


Begitu pula hadits tentang siapa sejatinya orang yang cerdas dan siapa orang yang pandir. Beliau mengatakan bahwa oyrang cerdas adalah orang yang bisa (دان نفسه) mengoreksi diri sendiri dan beramal untuk bekal setelah meninggal. Dan seterusnya.

Kata Daana pada hadits diatas memiliki beberapa arti1 :

1. حاسب artinya mengoreksi. Ibnul Arabi berkata : Guru-guru kami selalu melakukan muhasabah dalam setiap ucapan dan perbuatannya, lalu menuliskannya pada secarik kertas. ketika selesai shalat Isya’ beliau melakukan muhasabah dengan melihat rekapitulasi catatannya. Lalu mereka melakukan yang harus dilakukan, beristighfar, bertaubat dan bersyukur. Sedangkan kami menambahkan dalam catatan apa yang terlintas di dalam hati (bukan hanya ucapan dan perbuatan saja) dan kami mengoreksinya.
2. قهر artinya memaksa nafsu Menundukkan , dan menghinakannya sehingga dialah yang menguasai, bukan dikuasai, dia yang menjadi raja, bukan nafsunya, dia yang menjadi kholifah bagi nafsunya. Dialah yang menguasai segala sesuatu, bukan dikuasai oleh salah satu dari dalam dirinya, entah itu berupa Nafsu, Syahwat, maupun setan.
3. الدأب artinya membiasakan diri pada ketaatan. Ia mengagajari nafsunya agar menjadi makhluk yang taat. Karakternya yang ammmarah bissu’ (selalu memerintah pada keburukan) ia ajari sehingga meningkat menjadi lawwamah (bisa mendebat ketika diperintah melakukan keburukan) dan meningkat menjadi nafsu muthmainnah (tenang dan bisa dikendalikan).

"Bit-Takrir Yahshulut-Taqrir wa bit-Taqrir Yahshulut-Tanwir"

Tekait dengan mengajari nafsu untuk terbiasa melakukan kebaikan, maka setiap muslim perlu untuk mengupayakan memiliki rutinitas amalan shaleh. Karena hal itu akan bisa membuka keshalehan-keshalehan lainnya. Para 'ulama membuat statemen yang penuh dengan hikmah dengan kalimat "Bit-Takrir Yahshulut-Taqrir wa bit-Taqrir Yahshulut-Tanwir", artinya dengan pembiasaan, akan muncul ketetapan, dan dari ketetapan akan muncul sebuah pencerahan).

Rasulullah saw sendiri bersabda bahwa amal yang paling dicintai Allah adalah yang dirutinkan, sekalipun itu sedikit.

Kita ambil salah satu contoh saja, membiasakan shalat jamaah, yang sudah maklum Fadhilahnya. Sehingga dikatakan, seandainya saja tidak ada satu fadhilahpun dalam shalat jamaah kecuali membaca "Amiin" bersama-sama, maka hal itu sudah mencukupi untuk diperjuangkan. Maka Jika shalat jamaah bisa kita jadikan sebagai standar shalat kita, kebiasaan / ketetapan dalam diri, maka bisa kita bayangkan, betapa banyak pencerahan, tuntunan serta rahmat Allah yang kita dapatkan

Dari itulah, perlu adanya kesadaran bagi setiap kita kaum Muslimin untuk mencoba menundukkan dan menghinakan nafsu kita, serta membiasakannya menjadi sebuah ketetapan dalam diri. Mencoba mengikuti teori-teori luar biasa yang telah dirumuskan para 'ulama, dan mencoba mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari2. Butuh proses tentunya, karena tidak ada hal luar biasa di zaman ini yang didapatkan dengan instan, tanpa adanya perjuangan.

Adapun tentang Al-'Ajiz (Orang pandir), yang selalu mengikuti dan mengumbar nafsunya hingga teledor dan lalai dari Allah, namun berharap-harap kasong bahwa hal itu bisa membawanya sampai pada Allah. Inilah yang kemudian disebut oleh para 'ulama dengan istilah "Maghruur" (Tertipu). Tertipu dengan amal dan keyakinannya yang salah.

Penggunaan kata Al-'Ajiz yang berarti lemah oleh Rasulullah, merupakan sebuah tegoran lembut sebagai sebuah pengingat dan sentilan untuk perasaan mereka. Bentuk kasih sayang beliau agar umatnya bisa merasa bahwa dirinya salah, mengakui hal itu, dan bertaubat kembali pada Allah. Karena merupakan kerugian yang sangat besar, saat seseorang merasa dirinya tidak melakukan dosa, bahkan meyakininya sebagai sebuah ibadah. Na'udzubillah... Sedangkan Rasulullah sendiri telah memberi tuntunan termudah, bahwa "Al-I'tirof Yamhul-Iqtirof" (hanya dengan pengakuan dosa saja -pada Alloh- bisa menghapus dosanya).


والله يتولى الجميع برعايته




1Faidhul Qadir / 6525

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara