HADITS KE 26 KEUTAMAAN MEMBERI KELONGGARAN DAN MEMBEBASKAN HUTANG
HADITS KE 26
KEUTAMAAN MEMBERI KELONGGARAN DAN MEMBEBASKAN HUTANG
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا، أَوْ وَضَعَ لَهُ، أَظَلَّهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ"
Artinya
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang menangguhkan orang yang kesulitan (dalam membayar hutang), atau membebaskannya (dari hutang tersebut), niscaya Allah akan menaunginya di bawah naungan 'Arsy-Nya pada Hari Kiamat, di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya." HR. Tirmidzi 1306
Sanad: Imam Tirmidzi ← Abu Kuraib ← Ishaq bin Sulaiman Ar-Razi ← Dawud bin Qais ← Zaid bin Aslam ← Abu Shalih ← Abu Hurairah ← Rasulullah ﷺ
Status: Imam Tirmidzi menyatakan dalam kitab beliau: "Hadits Abu Hurairah ini adalah hadits Hasan Shahih Gharib dari jalur ini." Artinya adalah status yang tinggi dan dapat diterima sebagai dasar ajaran Islam.
Penjelasan Hadits:
Hadits ini adalah salah satu hadits agung yang menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap orang yang membutuhkan khususnya dalam urusan hutang-piutang. Mari kita bedah setiap frasanya:
"مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا" (Barangsiapa yang menangguhkan orang yang kesulitan):
Mu'sir (مُعْسِرًا): artinya orang yang sedang dalam kesulitan finansial, tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang telah disepakati. Dia bukan orang yang sengaja menunda pembayaran padahal mampu, melainkan orang yang benar-benar tidak memiliki kemampuan saat itu.
Anzhara (أَنْظَرَ): Berarti menunda, memberi kelonggaran waktu, atau menangguhkan penagihan. Ini adalah tindakan memberi tenggang waktu kepada debitur yang kesulitan, tidak menekannya, dan tidak memaksakan pembayaran jika ia tidak mampu. Ini mencerminkan sikap empati dan memahami kondisi sulit orang lain.
Dalam agama Islam, ketika seseorang berhutang dan tiba waktunya membayar namun ia benar-benar tidak mampu, syariat memerintahkan kreditur untuk memberikan kelonggaran waktu. Allah berfirman dalam Al-Qur'an (QS. Al-Baqarah: 280): "Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan." Ayat ini menunjukkan perintah langsung dari Allah.
"أَوْ وَضَعَ لَهُ" (Atau membebaskannya):
Wadha'a Lahu (وَضَعَ لَهُ): Berarti membebaskan hutang tersebut secara keseluruhan atau sebagian. Ini adalah tingkatan yang lebih tinggi dari sekadar menangguhkan. Ini adalah tindakan kedermawanan yang sangat besar, di mana kreditor rela melepaskan haknya atas sejumlah harta demi meringankan beban saudaranya.
"أَظَلَّهُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ" (Niscaya Allah akan menaunginya pada Hari Kiamat di bawah naungan 'Arsy-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya):
Hari Kiamat adalah hari pembalasan di mana manusia akan dihisab atas segala perbuatannya. Hari itu digambarkan sebagai hari yang sangat panas dan dahsyat, di mana matahari akan didekatkan dan manusia merasakan penderitaan yang luar biasa, sehingga setiap orang lupa terhadap sanak keluarganya, apalagi orang lain, untuk memikirkan nasibnya.
Naungan 'Arsy Allah (ظِلِّ عَرْشِهِ): 'Arsy adalah makhluk Allah yang paling besar, dan naungannya adalah perlindungan termulia dan teragung. Mendapatkan naungan di bawah 'Arsy Allah pada Hari Kiamat adalah salah satu anugerah tertinggi yang diinginkan setiap Muslim. Ini adalah simbol keamanan, kenyamanan, dan rahmat ilahi di tengah kegersangan dan kengerian hari tersebut.
Pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya": Kalimat ini menegaskan betapa istimewanya naungan tersebut. Pada hari itu, semua bentuk naungan duniawi (bangunan, pohon, dsb.) tidak akan berguna. Satu-satunya perlindungan yang hakiki datang langsung dari Allah SWT. Itu semua sebagai bentuk balasan atas relanya dia membekukan uangnya demi untuk membantu orang yang membutuhkan. Hal ini dianggap seperti meniru Akhlaknya Allah (takhalluq bi akhlaqillah) yang senantiasa memberikan rahmat kepada makhluknya.
Dan sebagai bentuk sikap wara’, hendaknya orang yang memberikan hutang agar menghindarkan diri dari mengambil manfaat dari orang yang dihutangi, meski itu tidak disadari. Imam abu Hanifah tidak mau berteduh di sebuah rumah, padahal itu sedang hujan lebat. Setelah ditanya, beliau menjawab bahwa pemilik rumah itu memiliki hutang kepada beliau. dan beliau tidak ingin mengambil manfaat dari itu, khawatir termasuk kategori hadits
كُلُّ قَرضٍ جَرَّ نفعًا فهو رِبًا
“Setiap hutang yang menarik kemanfaatan maka itulah riba” HR. Ad Dailami 4778
Keutamaan Memberikan Hutang
Selain akan diberikan naungan di akhirat, orang yang memberikan hutang atau bahkan membebaskan, akan mendapatkan banyak sekali keutamaan, sebagai bentuk apresiasi dari Allah. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pahalanya dua kali lipat dari memberikan sedekah.
رأيتُ ليلةَ أُسري بي على بابِ الجنَّةِ مكتوبًا الصَّدقةُ بعشرِ أمثالِها والقرضُ بثمانيةَ عشرَ
Aku melihat pada malam aku di-Isra'-kan (diperjalankan), di pintu surga tertulis: “Sedekah (dibalas) sepuluh kali lipat, dan pinjaman (dibalas) delapan belas kali lipat." HR. Thabarani 6719.
Abuya Muhammad Al Maliki berkomentar dalam kitab ‘Khoshoisul Ummah Al Muhammadiyyah’: Hal itu karena penerima sedekah belum tentu sedang membutuhkan, berbeda dengan orang yang berhutang, maka sudah barang tentu sangat membutuhkan. Sebab itu dalam hadits lain disebutkan
ما من مسلمٍ يُقرِضُ مسلمًا قرضًا مرَّةً إلّا كان كصدقتِها مرَّتيْن
“Tidak ada seorang Muslim pun yang meminjamkan (memberi pinjaman) kepada Muslim lainnya satu kali, melainkan (pahala) pinjaman itu seperti sedekahnya dua kali." HR. Ibnu Majah 2430
Mendapatkan pahala seperti memerdekakan budak. dimana untuk saat ini sudah tidak ada kesempatan memerdekaan budak.
مَن مَنحَ منِيحةَ لبنٍ أو وَرِقٍ أو هَدى زِقاقًا كانَ له مثلُ عتقِ رقَبَةٍ
"Barangsiapa yang memberikan 'manihah laban' (pinjaman hewan perah untuk diambil susunya), atau (meminjamkan) perak (uang), atau menunjukkan jalan (kepada yang tersesat), maka baginya pahala seperti membebaskan budak." HR. Tirmidzi 1957
Akan dimudahkan urusannya baik di dunia maupun kelak di akhirat. itu karena ia memudahkan urusan orang ketika di dunia
مَن يسَّر على مُعسِرٍ يسَّر اللهُ عليه في الدُّنيا والآخرةِ
"Barangsiapa yang memudahkan (urusan) orang yang kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat." HR. Muslim 2699
Doanya dikabulkan dan kesusahannya dilenyapkan. itulah mengapa orang yang suka memberikan hutang atau membantu orang lain, hidupnya semakin moncer
من أراد أن تستجابَ دعوتُه أو تكشَفَ كربتُه فلْيفرِّجْ عن معسِرٍ
"Barangsiapa yang ingin doanya dikabulkan atau kesusahannya dihilangkan, maka hendaklah ia memberi kelonggaran (memudahkan) kepada orang yang kesulitan." HR. Ahmad 4749
Pada saat memberikan kelonggaran, maka setiap hari dihitung bersedekah kepadanya sampai ia dilunasi
منْ أنظرَ معسرًا، فلهُ بكلِّ يومٍ مثلهُ صدقةٌ، قبلَ أنْ يحلَّ الدينُ، فإذا حلَّ الدينُ فأنظرَهُ فلهُ بكلِّ يومٍ مثلاهُ صدقةٌ
"Barangsiapa yang menangguhkan (memberi kelonggaran) kepada orang yang kesulitan, maka baginya setiap hari seperti sedekah (senilai hutangnya), sebelum hutang itu jatuh tempo. Dan apabila hutang itu telah jatuh tempo, lalu ia tetap menangguhkannya (memberi kelonggaran), maka baginya setiap hari (pahala) dua kali lipat sedekah." HR. Ahmad 22970
Memberi hutang bisa menyelamatkan dari nasib buruk
"Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang sama sekali belum pernah berbuat kebaikan, namun dia biasa memberi hutang kepada orang-orang. Dia berkata kepada pegawainya: 'Ambillah apa yang mudah (dibayar), dan tinggalkan apa yang sulit (dibayar) dan maafkanlah (atau lewati saja), semoga Allah memaafkan kita.'
Rasulullah ﷺ bersabda: "Maka ketika ia meninggal, Allah berfirman (kepadanya): 'Apakah kamu pernah melakukan kebaikan sedikit pun?' Ia menjawab: 'Tidak ada, kecuali bahwa aku memiliki seorang pegawai dan aku biasa memberi hutang kepada orang lain. Jika aku mengutusnya untuk menagih, aku berkata kepadanya: 'Ambillah apa yang mudah (dibayar), dan tinggalkan apa yang sulit (dibayar), dan maafkanlah (atau lewati saja), semoga Allah memaafkan kita.' Maka Allah Ta'ala berfirman: 'Sungguh Aku telah memaafkanmu.'" HR. Bukhari 2078
Ancaman Bagi Yang tidak membayar Hutang
Jika tidak segera membayar hutang padahal mampu, maka inilah ancamannya:
Dia dicatat sebagai orang dhalim
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
"Menunda-nunda (pembayaran hutang) bagi orang yang mampu adalah kezaliman." HR. Bukhari 2288
Jiwa Tergantung karena Hutang:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
"Jiwa seorang mukmin masih tergantung karena hutangnya hingga dia melunasinya." HR. Tirmidzi 1078
ini menunjukkan betapa seriusnya masalah hutang. Roh orang mukmin yang meninggal dunia dan masih memiliki hutang akan "tergantung" atau tertahan. Para ulama menafsirkan bahwa hal ini berarti ia tidak akan sepenuhnya tenang atau mencapai derajat yang mulia di alam barzakh (alam kubur) hingga hutangnya dilunasi, baik oleh dirinya sendiri (sebelum meninggal) maupun oleh ahli warisnya atau orang lain setelah kematiannya.
Dianggap Sebagai Pencuri di Hari Kiamat (Bagi yang Berniat Tidak Membayar):
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا
"Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri." HR. Ibnu Majah 1969
Hadits ini berbicara tentang niat sejak awal. Jika seseorang berhutang dengan niat tidak akan mengembalikan, maka di mata Allah, perbuatannya itu sama dengan mencuri. Ini adalah ancaman yang sangat keras, karena mencuri adalah dosa besar.
Dan masih banyak lagi ancamannya, naudzubillah. Semoga kita diberikan rizki yang lancar sehingga bisa menjadi orang yang menghutangi. Aamiin. Al Fatihah.
والله يتولى الجميع برعايته
Komentar
Posting Komentar