[8] MENCINTAI AHLUL BAIT

 [8] MENCINTAI AHLUL BAIT

Rasulullah ﷺ bersabda: 

أحِبوا اللهَ لما يغْذوكم من نعَمِه، وأحِبُّوني بحُبِّ اللهِ، وأَحِبُّوا أهلَ بيتي بحُبِّي (الترمذي ٣٧٨٩)

"Cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang Dia berikan kepada kalian, cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah, dan cintailah ahlul baitku karena cinta kalian kepadaku." (HR. Tirmidzi No. 3789)

MAKNA 

Salah satu ciri orang beriman adalah mencintai Allah, Rasulullah ﷺ, dan ahlul baitnya. Hadits diatas memerintahkan agar orang muslim mencintai Allah karena nikmat yang dicurahkannya yang begitu besar. Nikmat terbesar tersebut adalah diutusnya Rasulullah ﷺ di muka bumi dan kita mendapatkan anugerah menjadi umatnya. Dan Rasulullah ﷺ berpesan agar kita umatnya memperhatikan keluarga beliau ﷺ sebagai bukti cinta mereka terhadap beliau. Disebutkan dalam kitab Manaqib Karya Imam Ahmad: Orang yang berbuat baik kepada Ahlul Bait, lalu mereka belum sempat membalasnya, Maka Rasulullah sendiri yang akan membalasnya di akhirat. dan membenci Ahlul bait adalah ciri orang munafik. 

SIAPAKAH AHLUL BAIT

Ahlul bait adalah istilah yang digunakan untuk menyebut keluarga dan keturunan Nabi Muhammad ﷺ yang berasal dari dua klan, yaitu Bani Hasyim dan Bani Mutthalib. Mereka adalah orang-orang yang sangat dicintai oleh Nabi ﷺ dan memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah.


Salah satu bukti bahwa mereka adalah ahlul bait adalah bahwa mereka tidak boleh menerima sedekah dari orang lain. Sedekah di sini bisa berarti zakat, yaitu kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim yang memiliki harta yang mencapai nisab (batas minimal). Zakat adalah salah satu rukun Islam yang bertujuan untuk membersihkan harta dan jiwa dari kotoran dan dosa. Namun, bagi ahlul bait, zakat adalah haram bagi mereka, karena mereka sudah bersih dari segala kotoran dan dosa. Nabi ﷺ bersabda:


إنَّ هذِه الصَّدَقاتِ إنَّما هي أوْساخُ النّاسِ، وإنَّها لا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ، ولا لِآلِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ قالَ رَسولُ اللهِ ﷺ ادْعُوا لي مَحْمِيَةَ بنَ جَزْءٍ، وهو رَجُلٌ مِن بَنِي أسَدٍ كانَ رَسولُ اللهِ ﷺ اسْتَعْمَلَهُ على الأخْماسِ. مسلم (١٠٧٢)


“Sesungguhnya sedekah-sedekah ini hanyalah kotoran manusia, dan sesungguhnya sedekah itu tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Panggillah untukku Mahmiyah bin Jaz’, dan dia adalah seorang laki-laki dari Bani Asad yang Rasulullah ﷺ gunakan untuk mengurus khumus.” (HR. Muslim no. 1072)


Sedekah di sini juga bisa berarti khumusul khumus, yaitu 20% dari harta rampasan perang yang menjadi hak Nabi ﷺ dan ahlul baitnya. Harta rampasan perang adalah harta yang diperoleh oleh kaum muslimin setelah mengalahkan musuh di medan perang. Allah berfirman:


وَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَیۡءࣲ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِی ٱلۡقُرۡبَىٰ [الأنفال:٤١]


“Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kaum kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” [QS. Al-Anfal: 41]


Dari ayat ini, kita dapat mengetahui bahwa Allah telah memberikan hak khusus kepada Nabi ﷺ dan ahlul baitnya untuk mendapatkan bagian dari harta rampasan perang, yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Ini menunjukkan bahwa Allah telah mengangkat derajat mereka dan menjaga kehormatan mereka.


Namun, sayangnya, hak ini tidak selalu diberikan kepada ahlul bait oleh pemerintahan yang ada setelah Nabi ﷺ wafat. Salah satu saksi mata yang mengalami hal ini adalah Sayyidina Arqam, seorang sahabat yang hidup lama dan menyaksikan masa-masa khulafaur rasyidin dan awal dinasti Umayah. Beliau pernah ditanya tentang siapakah ahlul bait, dan beliau menjawab:


…وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَن حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ، قالَ: وَمَن هُمْ؟ قالَ: هُمْ آلُ عَلِيٍّ، وَآلُ عَقِيلٍ، وَآلُ جَعْفَرٍ، وَآلُ عَبّاسٍ (مسلم ٢٤٠٨)


“…tetapi ahlul baitnya adalah orang yang tidak boleh menerima sedekah setelah beliau (wafat). Lalu ditanya: Siapakah mereka? Beliau menjawab: Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” (HR. Muslim no. 2408)


Dari jawaban ini, kita dapat mengetahui bahwa ahlul bait adalah orang-orang yang berasal dari Bani Hasyim dan Bani Mutthalib, yaitu dua klan yang dekat dengan Nabi ﷺ. Mereka adalah orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan beliau, baik melalui garis keturunan maupun perkawinan. Mereka adalah orang-orang yang berhak mendapatkan cinta dan perhatian dari kita, sebagaimana Nabi ﷺ telah berwasiat kepada kita.


MENGAPA HARUS MENCINTAI MEREKA

  1. Sebagai Bentuk Wafa’ (Kesetiaan)

Salah satu ciri orang beriman adalah setia, loyal dan berterimakasih kepada orang yang berjasa terhadap dirinya. Ini disebut dengan istilah الوفاء بالعهد, yaitu memenuhi janji dan komitmen yang telah dibuat. Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling berjasa terhadap kita, karena beliau telah menyampaikan risalah Allah dan mengajarkan kita cara hidup yang baik dan benar. Allah memerintahkan kita untuk berwafa’ kepada beliau, sebagaimana firman-Nya:


وَأَوۡفُوا۟ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولࣰا


“Dan penuhilah janji setia; sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.” [QS. Al-Isra’: 34]


Dan salah satu bentuk wafa’ kepada Rasulullah ﷺ adalah mencintai ahlul baitnya

  1. Perintah Rasulullah ﷺ, sebagaimana hadits utama di atas

أحِبوا اللهَ لما يغْذوكم من نعَمِه، وأحِبُّوني بحُبِّ اللهِ، وأَحِبُّوا أهلَ بيتي بحُبِّي (الترمذي ٣٧٨٩)

"Cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang Dia berikan kepada kalian, cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah, dan cintailah ahlul baitku karena cinta kalian kepadaku." (HR. Tirmidzi 3789)

  1. Memang mereka adalah orang pilihan.

  1. Allah memunculkan Ahlul Bait sebagai balasan atas bully-an orang Kafir terhadap Rasulullah ﷺ. 

Saat Ash bin Wail membuli Rasulullah ﷺ saat Sayyid Ibrahim putra beliau wafat dengan kata “Abtar” alias Buntung tidak memiliki penerus.  Allah justru menjawab bahwa dirinya lah yang akan buntung. Ahlul Bait adalah wujud nikmat Allah itu. Allah berfirman: 

إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلْأَبْتَرُ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (Anak cucu atau Ahlul Bait). Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. [QS. Al- Kautsar 1-3]

  1. Rasulullah ﷺ berwasiat kepada umatnya agar memperhatikan mereka.

وَأَنا تارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ: أَوَّلُهُما كِتابُ اللهِ، فيه الهُدى والنُّورُ، فَخُذُوا بكِتابِ اللهِ، واسْتَمْسِكُوا به، فَحَثَّ على كِتابِ اللهِ وَرَغَّبَ فِيهِ، ثُمَّ قالَ: وَأَهْلُ بَيْتي، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ في أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ في أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ في أَهْلِ بَيْتي (مسلم ٢٤٠٨)

“Dan aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang berat (penting): yang pertama adalah kitab Allah, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya, maka ambillah kitab Allah dan berpeganglah padanya, lalu beliau menekankan tentang kitab Allah dan menganjurkannya, kemudian beliau berkata: dan ahlul baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahlul baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahlul baitku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang ahlul baitku.” (HR. Muslim no. 2408)

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَى الحَوْضِ (الحاكم ٣١٩)

“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang tidak akan menyimpang setelah keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di telaga (Kautsar).” (HR. Al-Hakim no. 319)

إِنِّي تارِكٌ فيكم الثَّقَليْنِ: كِتَابَ اللهِ وعِتْرَتي (الترمذي ٣٧٨٨)

“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang berat, yaitu kitab Allah dan ahlul baitku.” (HR. At-Tirmidzi no. 3788)

Allah ta'ala Berfirman: 

ذَ ٰ⁠لِكَ ٱلَّذِی یُبَشِّرُ ٱللَّهُ عِبَادَهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِۗ قُل لَّاۤ أَسۡـَٔلُكُمۡ عَلَیۡهِ أَجۡرًا إِلَّا ٱلۡمَوَدَّةَ فِی ٱلۡقُرۡبَىٰۗ وَمَن یَقۡتَرِفۡ حَسَنَةࣰ نَّزِدۡ لَهُۥ فِیهَا حُسۡنًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ شَكُورٌ 

“Itulah orang-orang yang Allah beri kabar gembira kepada mereka di antara hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah: Aku tidak minta kepadamu sesuatu pun sebagai balasannya, kecuali kasih sayang dalam (hubungan) kekerabatan. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebaikan, niscaya Kami tambahkan kebaikan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” [QS. Asy-Syura: 23]

  1. Orang yang paling semangat dan menjadi teladan dalam mengerjakan dan menjaga sunnah Nabi ﷺ 

Ahlul bait adalah orang-orang yang paling semangat dan menjadi teladan dalam mengerjakan dan menjaga sunnah Rasulullah ﷺ. Mereka adalah orang-orang yang rela berkorban harta, jiwa, dan darah mereka untuk menegakkan kalimat Allah dan membela agama-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mengalami banyak cobaan, fitnah, dan kesulitan dalam perjalanan dakwah mereka. Hampir tidak ada suatu daerah yang Islam berkembang di sana kecuali ada Ahlul Bait dibaliknya. 

Tentang mereka Imam Syafi'i menggubah syair: 

يا آلَ بَيتِ رَسولِ اللَهِ حُبَّكُمُ # فَرضٌ مِنَ اللَهِ في القُرآنِ أَنزَلَهُ

يَكفيكُمُ مِن عَظيمِ الفَخرِ أَنَّكُمُ # مَن لَم يُصَلِّ عَلَيكُم لا صَلاةَ لَهُ

“Wahai ahlul bait Rasulullah, cinta kalian adalah kewajiban dari Allah yang diturunkan dalam Al-Quran. Cukuplah bagi kalian sebagai kebanggaan yang besar bahwa barangsiapa yang tidak bershalawat kepada kalian, maka tidak ada shalat baginya.”

Imam ad-Diba’i berkata:

وَسَفِيْنُ لِلنَّجَاةِ إِذَا * خِفْتَ مِنْ طُوْفَانِ كُلِّ أَذَى 

فَانْجُ فِيْهَا لَا تَكُوْنُ كَذَا * وَاعْتَصِمْ بِاللهِ وَاسْتَعَنَ

(Ahlul Bait) adalah perahu keberuntungan saat kau tertimpa topan musibah. Maka keselamatan akan didapat (bagi yang menaikinya) dan musibah tidak akan menerkamnya. Mintalah perlindungan dan pertolongan kepada Allah.


أَهْلُ بَيْتِ المُصْطَفَى الطُّهُرِ * هُمْ أَمَانُ الْأَرْضِ فَادَّكِِرِ

شُبِّهُوْا بِالأَنْجُمِ الزُّهُرِ * مِثْلَ مَا قَدْ جَاءَ فِي السُّنَنِ


Ahlul Bait yang suci, mereka adalah keamanan bumi. Mereka adalah bintang yang bersinar dan bunga yang mekar, seperti keterangan dalam hadits-hadits Nabi


Abi Ihya’ berkata, “bersyukur sekali jika seseorang memiliki guru dari kalangan Ahlul Bait” karena itu adalah akumulasi sekian nikmat

CARA MENCINTAI AHLUL BAIT

  1. Menghormati mereka

Menghormati mereka, dengan memanggil mereka dengan sebutan penghormatan, seperti sayyid, syarif, dan habib; tidak menyakiti mereka, memfitnah, atau menjegal dakwah mereka; mengakui hak dan kedudukan mereka; dan mengikuti ajaran dan teladan mereka.

  1. Merawat dan memperhatikan kebutuhan mereka.  

Sebagaimana adanya konsep khumusul khumus (20% ghanimah) yang menjadi hak mereka. Ini berarti menjadi kewajiban pemerintah Islam untuk memperhatikan kesejahteraan mereka dan menjamin keperluannya. Namun karena saat ini sedang tidak ada, maka Umat islam dimana berada harus peka terhadap kesejahteraan mereka. Ingat, atas jasa merekalah kita menjadi aman

CATATAN PENTING SEPUTAR AHLUL BAIT

Salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan seputar ahlul bait adalah apakah mereka boleh menerima zakat atau tidak. Banyak pendapat mengatakan bahwa ahlul bait tidak boleh menerima zakat karena dua alasan:

  1. Zakat adalah “kotoran” yang tidak layak untuk ahlul bait yang telah disucikan oleh Allah. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah ﷺ yang bersabda:

إِنَّمَا یُرِیدُ ٱللَّهُ لِیُذۡهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجۡسَ أَهۡلَ ٱلۡبَیۡتِ وَیُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِیرࣰا [الأحزاب: ٣٣]

“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” [QS. Al-Ahzab: 33]


إنَّ هذِه الصَّدَقاتِ إنَّما هي أوْساخُ النّاسِ، وإنَّها لا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ، ولا لِآلِ مُحَمَّدٍ. ثُمَّ قالَ رَسولُ اللهِ ﷺ ادْعُوا لي مَحْمِيَةَ بنَ جَزْءٍ، وهو رَجُلٌ مِن بَنِي أسَدٍ كانَ رَسولُ اللهِ ﷺ اسْتَعْمَلَهُ على الأخْماسِ. مسلم (١٠٧٢)

“Sesungguhnya sedekah-sedekah ini adalah kotoran manusia, dan sesungguhnya sedekah-sedekah ini tidak halal bagi Muhammad, dan tidak halal bagi keluarga Muhammad. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: Panggillah untukku Mahmiyah bin Jaz’, dan dia adalah seorang dari Bani Asad yang Rasulullah ﷺ gunakan untuk mengurus seperlima (ghanimah).” (HR. Muslim no. 1072)

  1. Ahlul bait sudah mendapatkan bagian mereka dari khumusul khumus, yaitu 20% dari ghanimah (harta rampasan perang) yang menjadi hak Allah, Rasul-Nya, dan kerabatnya. Hal ini didasarkan pada firman Allah ta’ala yang berbunyi:

وَٱعۡلَمُوۤا۟ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَیۡءࣲ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِی ٱلۡقُرۡبَىٰ (الأنفال:٤١)

“Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kaum kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” (QS. Al-Anfal: 41)


Abina KH. M. Ihya’ Ulumiddin mengatakan sebagai jawaban sekaligus solusi bahwa ahlul bait boleh menerima zakat dengan beberapa alasan:

  1. Kata “kotoran” yang digunakan oleh Rasulullah ﷺ bukan berarti bahwa zakat itu najis atau haram, tetapi hanya sebagai bahasa pendidikan untuk ahlul bait agar tidak terlalu memanjangkan mata pada zakat, karena mereka sudah mendapatkan khumusul khumus yang lebih besar dan lebih mulia. Hal ini seperti seorang ibu yang berkata pada anaknya, “permen itu telek (jawa)” yang artinya permen itu “kotoran”. Ibu berkata demikian dalam rangka menjaga kesehatan anak dan giginya, dan bukan kotoran sesungguhnya.

  2. Andaikan zakat adalah benar kotor secara hakiki, maka zakat juga tidak boleh digunakan secara mutlak, baik oleh fakir, miskin, dan lainnya. Padahal, zakat adalah salah satu bentuk ibadah yang memiliki banyak hikmah dan manfaat, baik bagi pemberi maupun penerima. Zakat adalah salah satu cara untuk membersihkan harta, jiwa, dan masyarakat dari kotoran dan penyakit. Zakat juga merupakan salah satu cara untuk menolong dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan, seperti fakir, miskin, gharim, muallaf, fisabilillah, dan ibnu sabil.

  3. Khumusul khumus adalah hak yang telah ditetapkan oleh Allah untuk ahlul bait dari ghanimah, tetapi saat ini kondisi sedang tidak ada. Sehingga, dengan tidak adanya khumusul khumus, tidak mengapa zakat diberikan kepada ahlul bait, sebagai bentuk bantuan dan kepedulian kepada mereka. Apalagi, jika ahlul bait itu memenuhi syarat sebagai penerima zakat, seperti fakir, miskin, atau gharim. Maka pahalanya akan berlipat ganda. 


والله يتولى الجميع برعايته


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara