Hadits Ketiga Puluh Lima Pengaruh Kebaikan dan Keburukan

 

Hadits Ketiga Puluh Lima

Pengaruh Kebaikan dan Keburukan


عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ . قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ 

(رواه الإمام ضياء الدين عبد الرحمن الحنبلي المقدسي)

Dari Umar Ra. Rasulullah ﷺ bersabda :

Barang siapa yang senang dengan kebaikan yang telah dilakukannya,dan merasa tidak nyaman dengan keburukan yang telah dilakukannya maka dia adalah orang yang beriman [HR. Imam Dhiyauddin]

Pengertian Hadits

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Umamah Al Bahili no 22199 yang menjelaskan tentang tanda keimanan seseorang. Imam Al Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan bahwa seseorang yang hatinya terdapat perasaan demikian berarti ia memiliki keimanan yang sempurna, karena segala yang keluar dari perilakunya, ia melihat peran Allah disana. 


Hadits ini kata Ibnu Jarir menjadi dalil tentang kesalahan orang mu'tazilah yang menganggap orang yang berdosa besar keluar dari agama Islam, Karena dalam hadits ini Rasulullah ﷺ menyebut orang yang berbuat salah namun hatinya gundah sebagai orang yang beriman. Hadits ini juga membatalkan perkataan orang Khawarij yang menganggap mereka sudah kafir meskipun mereka mengaku islam. 

Indikator bukan munafik 

Seseorang yang hatinya terdapat keimanan akan merasakan selalu ada Allah disana, sehingga saat melakukan ketaatan, ia akan merasa gembira atas apa yang Allah anugerahkan kepadanya. begitu pula ketika melakukan keburukan, ia akan senantiasa gundah dan bingung karena merasa malu telah melanggar larangan sementara Allah melihatnya.  Berbeda dengan orang munafik dimana bagi mereka sama saja kebaikan dan keburukan karena mereka tidak beriman kepada hari akhir. Allah ta'ala berfirman: 

 وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan [QS. Fushilat : 34]

Indikator Hati yang Hidup

Hadits ini juga menunjukkan tentang perbedaan kondisi antara hati yang hidup dan hati yang mati. Hati yang hidup akan memberikan respon, sementara hati mati tidaklah demikian, sehingga orang-orang yang hatinya mati akan disetir oleh hawa nafsunya, ia menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya, sekalipun ia tidak mengatakannya secara resmi. Ia akan cenderung mendahulukan kepentingan pribadi dan syahwatnya dari pada urusan ketaatan dan cinta kepada sang pencipta. Dalam QS Al-Furqan disebutkan:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً

”Sudahkan engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?” [QS. Al Furqan : 43]

Dawuh Ibnu Athoillah Assakandari

Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menyampaikan kalam hikmah dalam kitabnya Al-Hikam bahwa di antara tanda-tanda hati mati adalah tidak ada kesedihan atas ketaatan yang terlewatkan dan tidak adanya penyesalan atas adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Kedua tanda tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya nilai-nilai keimanan yang tertanam kokoh dalam hatinya.


Ketika ketaatan terlewati begitu saja, hati yang mati tidak menemukan penyesalan sama sekali. Begitu dikarenakan oleh hati yang sudah tidak sehat lagi. Seharusnya hati mampu merasakan setiap hal yang mendatangkan keridhaan Tuhan, sehingga membuatnya bahagia. Sementara hati yang mati merasakan ketaatan dan murka Tuhan sama saja. Ketaatan tidak membuatnya bahagia, maksiat tidak membuatnya gundah gulana. Keduanya tidak ada perbedaan yang signifikan.


Begitu pula dengan hati yang mati, ia tidak mengenal perasaan yang menyesal sebab kesalahan yang telah diperbuat. Ia menganggapnya hal biasa dan tetap biasa dilakukan kembali di lain waktu. Hati yang mati tidak mengenal indahnya hari-hari dengan ketaatan, melainkan ia menilainya sama saja antara kebaikan dan keburukan.


Adapun orang yang hatinya sakit, dia selalu mengikuti keburukan dengan keburukan juga. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, ”Itu adalah dosa di atas dosa sehingga membuat hati menjadi buta, lalu mati.” Sementara hati yang sehat selalu mengikuti keburukan dengan kebaikan dan mengikuti dosa dengan taubat. Dalam kitabNya, Allah menyebutkan:


إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ


“Sesungguhnya orang-orang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).”

Ini berbeda dengan Riya’

Riya artinya melakukan ibadah karena ingin dilihat makhluk, sementara bahagia karena taat ini adalah wujud respon hati yang hidup atas pemberian Allah. Munculnya perasaan itu karena melihat Allah, bukan makhluk. Oleh karena itulah maka bukan termasuk riya ketika seseorang bahagia seusai melakukan ketaatan. Bahagia karena melakukan ketaatan, termasuk tanda iman. Bahkan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, tentang orang yang melakukan ketaatan kemudian dia dipuji masyarakat. Beliau bersabda:


تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ

Itu adalah berita gembira yang disegerakan untuk orang mukmin. (HR. Ahmad 21988 & Muslim 6891)

Pelajaran

  1. Hati adalah anggota tubuh yang paling berharga bagi seorang manusia. ia berperan sebagai raja. Jika ia baik, maka seluruh aktivitasnya baik, dan jika buruk maka perbuatannya juga buruk.

  2. Hati ada yang hidup ada yang mati. Ada yang hidup sehat dan ada pula yang sakit. 

  3. Diantara tanda kesehatan hati itu adalah wujudnya respon terhadap Allah. ditandai dengan ketika berhasil melakukan ketaatan, ia bersyukur atas anugerah itu, dan apabila terjadi maksiat maka ia akan merasa bingung dan menyesal karena malu melanggar larangan sementara Allah melihatnya. 

  4. Hati yang merespon itu hanya dimiliki oleh orang yang percaya (beriman) kepada Allah, sementara bagi orang munafik, kebaikan dan maksiat tidak sedikit pun mempengaruhi hatinya, karena mereka tidak mempercayai Allah dan hari kiamat.

  5. Orang yang melakukan dosa hanya disebut sebagai pendurhaka, tidak sampai keluar dari agama Islam.    

Semoga kita senantiasa diberikan hati yang hidup yang selalu merasakan ada peran Allah di sana, Amin. 

حسبي ربي جل الله - ما في قلبي الا الله - على الهادي صلى الله - لا اله الا الله محمد رسول الله - عليه صلاة الله


والله يتولى الجميع برعايته


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara