Hadits Ketiga Puluh Tiga Etika Kepada Orang Tua, Orang Muda dan Orang Alim

Hadits Ketiga Puluh Tiga

Etika Kepada Orang Tua, Orang Muda dan Orang Alim


عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ( قَالَ: لَيْسَ مِنْ أُمَّتِى مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيْرَنَا وَ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ)

Diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah bersabda: “Bukanlah termasuk dari umatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak tahu hak orang alim” (HR. Ahmad 22819)

Islam adalah agama akhlak mulia. Nabi hadir untuk menunjukkan akhlak yang baik dari yang tidak. Akhlak baik ditetapkan oleh Islam. Akhlak yang tidak baik dinafikan oleh Islam. yang kurang akan disempurnakan oleh islam. Rasulullah ﷺ diutus untuk menyempurnakan Akhlak mulia. Setiap perbuatan manusia, apapun itu, Islam memiliki sikap dan ajaran tentang itu. Islam menjadi penentu baik buruknya akhlak, karena Islam dibangun berdasarkan wahyu Allah yang menciptakan manusia, yang lebih mengerti kebaikan, kemaslahatan manusia daripada manusia itu sendiri.    

Diantara akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam adalah : Menghormati kepada yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda dan mengetahui hak seorang ulama’. Akhlak ini sangat penting, sehingga tidak mengindahkannya berarti telah melakukan perbuatan buruk dan merugikan. Tidak mengindahkannya berarti telah bersikap seperti orang yang tidak mengetahui ajaran sebuah agama, dan terpelajar. 

Orang yang tidak mengindahkan ajaran ini berarti terdapat indikator dia seorang munafik, yang pura-pura masuk islam.   Rasulullah ﷺ menjelaskan 

 ثَلَاثَةٌ لَا يَسْتَخِفُّ بِهِمْ إِلَّا مُنَافِقٌ: ذُو الشَّيْبَةِ فِي الْإِسْلَامِ، وَذُو الْعِلْمِ، وَإِمَامٌ مُقْسِطٌ


Ada tiga orang, yang tidak tidak diremehkan kecuali hanya oleh seorang munafik, yaitu : Muslim yang sudah beruban (sepuh), ulama dan pemimpin yang adil” HR. Al Haitsami   


Bahkan dari pentingnya tiga akhlak itu sampai Rasulullah ﷺ menggunakan kalimat yang sangat menakutkan jika tidak menjalankannya yaitu : Laisa Min Ummati, yang arti verbalnya “bukan termasuk umatku”. Beliau tidak mengakui sebagai umatnya. Duh, bagaimana nasibnya kelak di akhirat jika tidak diakui sebagai umatnya. Naudzubillah!. Dengan demikian, maka tiga akhlak ini menjadi bagian dari indikator kebaikan beragama seorang muslim yang mengaku Nabi Muhammad sebagai Nabinya. 


Lalu apakah benar-benar bahwa memang Rasulullah ﷺ tidak akan mengakui sebagai umatnya yang berujung tidak akan mendapat bagian syafaat atas nama umatnya? 

Makna kata “Laisa Minna”

Imam Nawawi berkata dalam Syarah Shahih Muslim, bahwa menurut para ahli ilmu, maksud kalimat “Laisa Min Ummati” atau semacamnya seperti “Laisa Minna” tu adalah : “Dia bukanlah orang yang mendapat petunjuk kami, yang mengikuti ilmu kami, perilaku kami, dan kesempurnaan jalan kami” Beliau menambahkan bahwa kalimat itu seperti kalimat ucapan orang tua kepada anak yang perbuatannya tidak disukainya: “Dia bukan anakku”, yang bukan berarti bukan anaknya sungguhan, melainkan bentuk ketidakpuasan seseorang terhadap perilakunya, dan dengan menggunakan kalimat itu diharapkan anaknya bisa kembali lurus. Inilah maksud dari kalimat penafian umat oleh Nabi, bukan dicoret dari daftar umatnya yang kelak tidak mendapatkan syafaat dan keluar dari agama Islam. Kecuali jika seseorang memang menganggap bahwa akhlak itu bukan dari ajaran islam, maka berarti ia telah mendustakan ajaran yang dibawa oleh Nabi, maka ia keluar dari Islam. 

Sayang Terhadap Yang Lebih Muda

Orang yang lebih muda juga memiliki tiga arti : 

  1. Orang yang lebih muda usianya
  2. Orang yang lebih muda nasabnya dan
  3. Orang yang lebih muda ilmunya, sekalipun tidak ada hubungan nasab dan usianya lebih tua.

“Anak Kecil” dicirikan oleh ketidakmampuan dan ketidaktahuan untuk melakukan banyak hal, dan dia juga lemah dan tidak bisa membela diri, sehingga Islam mengharuskan kita menyayangi yang muda dan yang lemah. Siapapun yang masuk kategori itu maka ia mendapatkan kasih sayang dari yang lebih tua. 

Bentuk kasih sayangnya bisa bermacam-macam. Jika yang diperlukan adalah ilmu, maka mengasihinya dengan ilmu dan membantunya mendapatkankan ilmu yang baik adalah bentuk kasih sayang terbaik, begitu pula dengan kebutuhan lainnya. Bahkan dalam hadits, Rasulullah menyebutkan secara khusus bahwa pemberian akhlak adalah sebaik-baik pemberian. 

ما نحل والدٌ ولدًا مِن نحْلٍ أفضلَ من أدبٍ حسنٍ

“Tidak ada pemberian orang tua terhadap anak yang melebihi keutamaan pemberian akhlak dan adab yang baik” HR. Tirmidzi 1952. 

Akhlak Sayang kepada yang lebih muda ini mendapatkan perhatian yang besar dari Allah, karena akhlak ini juga bagian dari meniru akhlak Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.     

Hormat kepada yang lebih tua

Sebagaimana keterangan di atas, Orang yang lebih tua juga memiliki tiga arti : 

  1. Orang yang lebih tua usianya,
  2. Orang yang lebih tua nasabnya, dan
  3. Orang yang lebih tua ilmunya, sekalipun tidak ada hubungan nasab dan usianya lebih muda. Orang jawa mengistilahkan dengan kata “pinisepuh”

Tiga jenis orang tua tersebut memiliki hak penghormatan dari yang lebih muda. Bentuk penghormatannya bisa berbagai macam bentuk. Bisa dari cara berbicara, cara berperilaku, cara merespon pendapatnya dan lain sebagainya. 

Imam Al Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan bahwa orang yang lebih tua mendapatkan hak penghormatan karena usianya yang lebih banyak, dan juga tentu jasa dan ibadahnya. Sehingga diri mereka diliputi keberkahan. Rasulullah ﷺ bersabda: 

 البركة مع أكابركم 

“Keberkahan itu ada bersama dengan para sesepuh atau senior kalian” (HR. At Thabarani) 

Hak Para Ulama

Siapakah Ulama?

Terdapat dua ayat dalam Alquran yang memuat kata-kata ulama, yaitu dalam surat As Syura ayat 197 dan surat Fathir ayat 28.

1- اَوَلَمْ يَكُنْ لَّهُمْ اٰيَةً اَنْ يَّعْلَمَهٗ عُلَمٰۤؤُا بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ
2- اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ

Ayat yang pertama, walaupun asbabunnuzul-nya berkaitan dengan ulama Bani Israil, tetap substansinya berlaku universal, yaitu ulama adalah kelompok orang yang memiliki pengetahuan keislaman yang mendalam yang berbeda dengan yang lainnya. Mereka mampu memberikan solusi dan jawaban terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat. 

Sedangkan ayat kedua menjelaskan bahwa ulama adalah kelompok orang yang hanya memiliki rasa takut dan rasa cinta yang bersifat absolut kepada Allah SWT (khosyah). Ulama adalah yang lebih mendahulukan Khosyahnya daripada ilmunya. Kecintaan dan rasa takut kepada-Nya menyebabkan mereka memiliki perilaku yang selalu disesuaikan dengan ketentuan-Nya. Keberpihakannya sangat jelas, yaitu kepada kebenaran dan keadilan yang bersumber dari ajaran-Nya. Pancaran dari sikap ini tampak pada kejujuran ucapan, kehati-hatian dalam mengambil sikap, keteladanan akhlak, serta orientasi pemikirannya yang selalu diarahkan pada amar ma'ruf nahi munkar agar mendapatkan ridho nya dan tidak keluar dari jalurnya.

Ulama adalah pewaris Nabi. Ulama adalah orang yang mengemban ilmu yang telah disampaikan oleh Rasulullah ﷺ . Dengan demikian, ilmu sangat tinggi harganya. Tidak ada sesuatu yang lebih tinggi daripada ilmu. Tidak harta maupun jabatan. Oleh sebab itu, Rasulullah ﷺ tidak mewariskan dinar dan dirham. Namun Ilmulah warisannya. Maka siapa saja yang bisa mendapatkan ilmu yang banyak, maka ia telah mendapatkan bagian warisan Rasulullah sangat banyak. 

Ilmu itulah yang menjadikan seseorang tahu terhadap sesembahannya. Ilmu itulah yang menjadikan manusia mengerti mana yang benar dan mana yang salah. Ilmu itulah yang bisa menjadikan orang kikir menjadi dermawan, orang malas menjadi semangat, dan orang hina menjadi mulia. 

Dari mulianya ilmu, maka apapun yang ditempelinya akan mulia. Kita tidak boleh membawa buku pelajaran dengan sembarangan adalah karena buku itu tertulis ilmu. Kita tidak boleh duduk dibangku yang digunakan belajar, adalah karena bangku di digunakan menulis ilmu. Kita bahkan wajib menghormati, cium tangan dan ta’dhim kepada pengajar, guru, Ustadz, Kyai dan lain-lain adalah karena dari merekalah ilmu disampaikan. Semua hal yang tertempel oleh ilmu akan menjadi mulia. Lalu apa saja hak yang harus kita penuhi terhadap para ulama sehingga kita tidak termasuk golongan yang tidak diakui umatnya Nabi Muhammad ﷺ ?

Hak para Ulama’ atas kita sebagai manusia adalah sebagai berikut: 

  1. Meneladani mereka menjadikannya sebagai referensi, (berdasarkan QS. An-Nahl: 43)
  2. Menghormati dan mencintai mereka, (berdasarkan QS. Ali Imran:18)
  3. Mendoakan kebaikan untuk mereka serta memohonkan rahmat dan ampunan atas mereka, (berdasarkan QS. Al-Hasyr:10)
  4. Husnuddhan pada mereka
  5. Tidak mencela
  6. Tidak memfitnah, dan masih banyak lagi

لحوم العلماء مسمومة

"daging ulama beracun" 

Maksudnya, Ulama’ adalah bagian dari syiar agama. siapa pun yang telah memfitnah mereka, pasti akan terkena nasib buruk; bagaikan tubuh terkena racun. Al Quran yakni surah al-Hujurat ayat 12, menggambarkan perbuatan menggunjing atau mencari-cari keburukan orang lain sebagai "memakan daging saudara sendiri yang telah mati." Maka menjelek-jelekkan ulama di depan umum tentunya lebih parah. Tidak hanya diibaratkan sebagai orang yang menjijikkan (memakan bangkai), tetapi juga kelak menerima sakit akibat perbuatannya itu.

Ibnu Asakir berkata : "Dan kita telah mengetahui sikap Allah terhadap orang-orang yang mencela para ulama. Maka, siapa saja yang menghina para ulama dengan lidahnya, Allah akan menimpakan kematian hati kepadanya selagi dia di dunia,".



والله يتولى الجميع برعايته




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara