Hadits Kedua Puluh Delapan : Nasehat

Hadits Kedua Puluh Delapan

Nasehat


عَنْ تَمِيْمٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:

  ((الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ)) قُلْنَا : لِمَنْ؟ قَالَ: ((ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ))

Di riwayatkan dari Tamim Ad Dari  bahwa Nabi  bersabda :

Pokok agama adalah nasehat] kami para sahabat bertanya: Untuk siapa? Beliau bersabda : [Untuk Allah , untuk kitabNya, untuk RasulNya dan untuk para pemimpin kaum muslimin serta keseluruhan mereka HR. Muslim No 55


Makna

Kata an-nashihah berasal dari kata an nush-hu yang secara etimologi memiliki dua makna, yakni  (1) Bersih dari kotoran-kotoran dan bebas dari para sekutu. Dan (2) Merapatnya dua sesuatu sehingga tidak saling berjauhan.

Adapun secara terminologi, definisi an-nashihah dalam hadits ini adalah: Mengharapkan kebaikan orang yang dinasihati, definisi ini jika berkaitan dengan nasihat yang ditujukan kepada pemimpin umat Islam dan rakyatnya. Adapun jika nasihat itu diarahkan kepada Allah, kitab-Nya dan Rasul-Nya, maka yang dimaksud adalah merapatnya hubungan seorang hamba dengan tiga hal tersebut di atas, di mana dia menunaikan hak-hak mereka dengan baik.

Dalam memahami sabda Nabi ﷺ , “agama itu nasihat”, para ulama berbeda pendapat; ada yang berpendapat bahwa semua ajaran agama Islam tanpa terkecuali adalah nasihat. Sebagian ulama yang lain menjelaskan maksud dari hadits ini adalah bahwa sebagian besar ajaran agama Islam terdiri dari nasihat, hal ini senada dengan sabda Nabi ﷺ ,

« الحج عرفة »

“Haji adalah Arafah.” (HR. At-Tirmidzi (III/228 no. 889)

Juga semisal dengan sabda Nabi ﷺ

« الدعاء هو العبادة »

“Doa adalah ibadah.” (HR. Abu Dawud (II/109 no. 1479)

Bukan berarti bahwa ibadah dalam agama Islam itu hanya berbentuk doa saja, juga bukan berarti bahwa ritual ibadah haji hanya wukuf di Arafah saja, yang dimaksud dari kedua hadits adalah: menerangkan betapa pentingnya kedudukan dua macam ibadah tersebut.

Tafsir

Tentang penafsiran kata nasihat dan berbagai cabangnya, Al Khathabi dan ulama-ulama lain menjelaskan1. : 

    1. Nasihat untuk Allah Taala maksudnya : beriman semata-mata kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifat-Nya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas segala nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala kebaikan, menganjurkan orang berbuat kebaikan, bersikap lemah lembut kepada sesama manusia.

Al Khathabi berkata : “Secara prinsip, sifat-sifat baik tersebut, kebaikannya kembali kepada pelakunya sendiri, karena Allah tidak memerlukan kebaikan dari siapapun” 

    2. Nasihat untuk kitab-Nya maksudnya : beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada Rasul-Nya, mengakui bahwa itu semua tidak sama dengan perkataan manusia dan tidak pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapapun, kemudian menghormati firman Allah, membacanya dengan sungguh-sungguh, melafadzkan dengan baik dengan sikap rendah hati dalam membacanya, menjaganya dari takwilan orang-orang yang menyimpang, membenarkan segala isinya, mengikuti hukum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimat-kalimat perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya, mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal- hal sebagaimana tersebut diatas dan menimani Kitabullah 

    3. Nasihat untuk Rasul-Nya maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun setelah wafat, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati hak-haknya, memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya, tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami segala arti dari ilmu- ilmunya dan mengajak manusia pada ajarannya, berlaku santun dalam mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah- sunnahnya, tidak membicarakan sesuatu yang tidak diketahui sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya, meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya, para sahabatnya, meninggalkan orang yang melakukan perkara bid'ah dan orang yang tidak mengakui salah satu sahabatnya dan lain sebagainya. 

    4. Nasihat untuk para pemimpin umat islam  maksudnya menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo'akan mereka agar mereka mendapatkan kebaikan. 

Sebagai tambahan, dalam QS. Annisa’ ayat 59 Allah berfirman: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ

Perintah taat kepada Allah dan Rasul menggunakan kata  athi’u,   sementara perintah taat kepada ulil Amr tidak menggunakannya. Ini menunjukkan bahwa taat kepada mereka itu sebuh keharusan jika tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasulnya. Jika iya, maka tidak wajib ditaati. Sebagaimana dikatakan : 

لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق

Tidak ada ketaatan pada makhluk dalam bermaksiat kepada Al Khaliq

    5. Nasihat untuk seluruh kaum muslim  maksudnya : memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi merela dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan diri dari hal-hal yang membahayakan dan mengusahakan kebaikan bagi mereka, menyuruh mereka berbuat ma'ruf dan mencegah mereka berbuat kemungkaran dengan sikap santun, ikhlas dan kasih sayang kepada mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi hak miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana dia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan kepada mereka menerapkan perilaku- perilaku tersebut diatas. Wallahu a'lam .

Kisah

Pada suatu hari Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat. Sesampainya di masjid, mereka menjumpai seorang laki-laki tua yang sedang berwudlu’,  akan tetapi wudhu’ yang dilakukannya itu salah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein ingin memperbaikinya, tetapi mereka khawatir hal itu akan menyinggung perasaannya.

Akhirnya mereka berdua bersepakat untuk memakai cara pendekatan yang bijaksana. Di hadapan orang tua tersebut mereka berdebat, masing-masing mengatakan bahwa dialah yang paling benar dalam berwudlu. Lalu mereka meminta tolong kepada pak Tua untuk menilai siapa yang paling baik wudhu’nya dan yang kurang sempurna wudhu’nya. 

Lalu mereka masing-masing melakukan wudlu di depan orang tua tadi. Setelah orang tua itu melihat tata cara berwudhu mereka, terperanjatlah dia lalu segera mengoreksi diri seraya menyadari bahwa wudhunya selama ini ternyata cacat serta tidak sesempurna keduanya. Lalu dia berkata kepada keduanya, ''Alangkah baiknya wudh kalian ini”, Akhirnya orang tua bisa mengambil manfaat tanpa merasa sakit hati dan tanpa direndahkan.2

والله يتولى الجميع برعايته




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara