Hadits Ketujuh Belas Hati dan Amal adalah Pusat Perhatian Allah

 


Hadits Ketujuh Belas
Hati dan Amal adalah Pusat Perhatian Allah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :

إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ1

Diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata : Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah tidaklah memandang bentuk fisik dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal perbuatan kalian. (HR. Muslim 4143)

Pengertian

Imam Nawawi mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan memandang disini adalah pertimbangan Allah dan perhitungannya terhadap seorang hamba.2 Sehingga hadits di atas bermakna, bahwa Allah tidaklah memandang rupa dan harta seseorang, karena itu murni dari pemberianNya (taqdir). Sehingga kaya miskin, cantik atau cacat bukanlah penentu surga neraka seseorang kelak. Namun yang menjadi pusat perhatian Allah adalah hati dan perbuatan seseorang.

Allah berfirman,

إِنَّ أَكرمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتقَىٰكُمۡۚ

Sesungguhnya, diantara kalian yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa. (QS. Al Hujurat: 13)

Ayat diatas menunjukkan bahwa standart kemuliaan seseorang dihitung dengan ketaqwaan. Dan Taqwa letaknya ada pada hati dan perbuatan. Maka ketika Allah memberi rupa yang cantik pada fulanah, apa yang ia perbuat akan di catat Allah. Ketika ia diberikan harta yang melimpah, perbuatan apa yang akan dilakukannya akan dicatat Allah dan akan dimintai pertanggung jawabannya.

Dengan demikian, Hadits diatas merupakan hadits yang sangat komperhensif dalam menilai seseorang, yakni amal batin (hati) dan amal lahir, Lengkap. Tidak menilai dari rupa dan harta yang setiap orang sudah diberikan jatah olehNya.

Allah tidak akan memasukkan surga orang cantik karena kecantikannya, melainkan jika ia memiliki hati dan perbuatan yang cantik. Allah tidak memasukkan neraka orang cacat karena cacatnya, melainkan karena cacat hati dan perbuatannya. Allah tidak akan memasukkan surga orang kaya karena kekayaannya, namun karena hati dan perbuatannya yang sesuai dengan kehendakNya. Allah juga tidak memasukkan neraka orang miskin karena miskinnya, namun karena hati dan perbuatannta yang tidak sesuai dengan perintah dan kehendakNya.

Bisa jadi seorang majikan masuk neraka sementara pelayan masuk surga. Bisa jadi majikan masuk surga sedangkan pelayannya masuk neraka. Bisa jadi masuk surga keduanya atau masuk neraka keduanya. Begitu seterusnya. Yakni tergantung hati dan perbuatan seseorang.

Dengan demikian, kita akan memahami betapa Maha adil Allah, yang telah menjadikan standart perhitungan berdasarkan hati dan perbuatan yang setiap orang bebas menentukan pilihannya.

Tentang Allah tidak memperhitungkan rupa, terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan Atha’ bin Abi Rabah, bahwa seorang wanita hitam kelam, namun hatinya bening dan perbuatannya mulia, maka Allah akan memasukkannya pada surga. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai penduduk surga.

[عن عطاء بن أبي رباح:] قالَ لي ابنُ عَبّاسٍ: أَلا أُرِيكَ امْرَأَةً مِن أَهْلِ الجَنَّةِ؟ قُلتُ: بَلى، قالَ: هذِه المَرْأَةُ السَّوْداءُ، أَتَتِ النبيَّ ﷺ، قالَتْ: إنِّي أُصْرَعُ وإنِّي أَتَكَشَّفُ، فادْعُ اللَّهَ لِي، قالَ: إنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الجَنَّةُ، وإنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعافِيَكِ قالَتْ: أَصْبِرُ، قالَتْ: فإنِّي أَتَكَشَّفُ فادْعُ اللَّهَ أَنْ لا أَتَكَشَّفَ فَدَعا لَها.صحيح مسلم ٢٥٧٦
['Athaa bin Abu Rabah] dia berkata; [Ibnu 'Abbas] berkata kepadaku; "Maukah aku perlihatkan kepadamu seorang wanita yang termasuk penghuni surga? Aku menjawab; 'Ya.' Ibnu Abbas berkata; 'Ada seorang wanita hitam datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; Sesungguhnya aku terkena penderita epilepsi dan sering tersingkap auratku, maka berdoalah kepada Allah untukku. Beliau bersabda: "Jika engkau berkenan, engkau bersabar maka bagimu surga, dan jika engkau berkenan, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menyembuhkanmu." Ia berkata; Tidak perlu bahkan aku akan bersabar. Namun berdoalah kepada Allah agar (auratku) tidak tersingkap atau menyingkap dariku. Maka beliau mendoakan untuknya. HR. Muslim 2576

Pada hadits di atas, Rasulullah  mengatakan bagimu sorga jika mau bersabar, sementara fisik perempuan tersebut hitam, adalah bukti besar bahwa fisik bukanlah pusat perhatian Allah. Namun hatinya yang diisi dengan keimanan kepada Allah dan perbuatannya untuk memilih bersabar.

Oleh karena hati dan perbuatan adalah menjadi pusat perhatian Allah, maka Nabi Ibrahim as berdoa kepada Allah agar menyelamatkan hatinya kelak di akhirat. Hal ini Allah ceritakan sendiri dalam Al Quran.

وَلَا تُخۡزِنِی یَوۡمَ یُبۡعَثُونَ. یَوۡمَ لَا یَنفَعُ مَالࣱ وَلَا بَنُونَ. إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبࣲ سَلِیمࣲ

dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. QS. Asy-Syu'ara' : 87-89

Pada ayat di atas tegas sekali Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar bisa menghadap kepada Allah denga konsdisi hati yang salim, bersih dari dosa. Juga membuktikan bahwa harta dan anak cucu tidak berguna. Seluruh harta seseorang kelak tidak akan sanggup untuk ditukar dengan nasibnya di neraka, begitu juga walaupun ditukar dengan anak cucu. Doa Nabi ibrahim (Hati yang selamat), ini menadi patokan utama keselamatan seseorang. Allah tidak melihat paras dan harta kalian.

Hati Yang Salim

Mengenai hati yang salim (selamat, bersih), Imam Ibnu Katsir mengungkapkan beberpa penjelasan dalam tafsirnya. Berikut maksud hati yang salim3:

  1. Selamat dari dosa dan Syirik (Ibnu Katsir, Imam Mujahid, Al Hasan dan lain-lain)

  2. Hati yang yakin bahwa Allah adalah benar adanya, kiamat pasti datang, dan Allah akan membangkitkan semua yang ada di kubur (Muhammad bin Sirin)

  3. Hati yang hidup, yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah (Ibnu Abbas)

  4. Hati yang sehat, yakni hatinya seorang mukmin yang percaya adanya Allah, karena hati orang kafir dan munafiq adalah hati yang sakit. Allah berfirman فِي قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ di hati mereka ada penyakit. (Said bin Al Musayib)

  5. Hati yang bersih dari bid’ah yang tenang terhadap sunnah (Abu Utsman An Naisaburi)

Pelajaran

Dari keterangan di atas, ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini. yakni:

  1. Keadilan Allah.

  2. Hati adalah pusat khithob

  3. Keutamaan niat,4. Karena tempatnya berada dalam hati dan hatilah yang menjadi pusat perhatian Allah. Dan Allah memperhatikan hati karena menjadi tempat berniat hamba. Inilah poin yang melandasi syariat menetapkan beberpa ketetapan, mulai dari diterimanya atau tertolaknya perbuatan, pahala dan juga dosa.

  4. Ketika taqwa tempatnya berada di dalam hati maka tidak ada seorang pun yg dapat melihatnya secara hakekat kecuali Allah azza wajalla (Ibnu Rajab Al Hanbali)5

  5. Anjuran untuk tetap PD (Percaya Diri) dalam menjalani hidup, karena kemuliaan di sisi Allah berdasarkan ketakwaanya kepadaNya, bukan fisik atau harta.

  6. Jangan sampai tertipu hidup menjadi budak body dan harta. Sehingga rela mengubah hidung yang kurang mancung, atau datang ke pesugihan. Alih-alih ingin mendapatkan kemuliaan, namun yang terjadi adalah kesengsaraan.

  7. Penyebutan hati sebelum amal pada hadits diatas memberikan arti bahwa prioritas perhatian Allah adalah hati baru kemudian amal perbuatan. Sehingga ketika hatinya beriman kepada Allah dan amal perbuatannya bertentangan dengan perintahnya, maka ia kelak masih tetap memiliki kesempatan untuk kembali ke surga. Begitu juga sebaliknya, walaupun perbuatan sosialnya sangat terpuji namun hatinya menutuo diri dari Allah (kafir) maka kelak di akhirat tetap berujung pada kekal di neraka. Allah berikan balasan kebaikan sosialnya secara cash di dunia dengan banyaknya pujian yang ditujukan kepadanya, namun kelak di akhirat berujung pada neraka selamanya.

  8. Merujuk poin 4 di atas, memelihara amalan saja namun tidak memelihara hatinya, adalah bak kuburan yang dihias, dhahirnya indah namun isinya bangkai.

  9. Orang yang hanya memperhatikan amal lahir laja dan mengesampingkan amal batin adalah termasuk orang yang tertipu. Syaikh Jamaluddin Al Qosimi dalam kitab mau'idhotul mukmininnya mengatakan:

kelompok tertipu yg lainnya, mereka menyempurnakan ilmu dan amalan kemudian membiasakan ketaatan2 dhohir dan meninggalkan kemaksiyatan, tapi sayangnya mereka tidak meneliti hatinya agar menghilangkan sifat-sifat tercela dari dalam hati, misalnya sifat sombong, iri dengki, pamer, mencari pangkat, harapan buruk terhadap teman dan relasi serta mencari ketenaran di negara dan hamba.
  1. Hadits diatas bukan berarti menjalankan sunah jasadiyah seperti memelihara jenggot, bergamis, bersorban dan lainnya tidak berarti dengan alasan bahwa itu bagian dari rupa, namun hal itu masuk kategori perbuatan seseorang yang juga akan mendapatkan penilaian dari Allah.


Kita berdoa kepada Allah agar senantiasa ditolong untuk menjadi hamba yang memiliki hati yang bertaqwa, berhati salim dan berperilaku mulia. Amiin


والله يتولى الجميع برعايته

1HR. Muslim 2564

2Syarh Nawawi Ala Muslim juz 16 hal. 121

3Tafsir Ibnu Katsir

4Mausuah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah 42/63

5Mau'idhotul Mukminin (261-262)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara