Hadits Keenam Belas Amal Terputus dan Tersambung (Part 3)

Hadits Keenam Belas

Amal Terputus dan Tersambung

(Part 3)

 

 

Di riwayatkan dari Abu Hurairah t bahwa Rasulullah r bersabda: 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ r قَالَ:

 )إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ ( 


(Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang di ambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendo’akannya). HR. Muslim 1631


Pada episode sebelumnya (Part 2) telah dijelaskan secara singkat 10 amalan yang dirangkum oleh Imam Suyuthi, yang akan terus mengalir sekalipun pelakunya sudah meninggal, yaitu: : (1) Ilmu yang dia sebarkan (2) Doa anaknya (3) Menanam kurma (4) Sedekah jariyah (5) Mewariskan mushaf (6) Ribath (menjaga) perbatasan (7) Menggali sumur (8) Mengalirkan sungai (9) Membangun rumah untuk singgah musafir (10) Membangun tempat dzikrullah (masjid).


Pada moment kali ini, penulis ingin mengutarakan perihal penting terkait dengan hadits ini, bahwa jika kita meneliti dengan mendalam, hadits ini diriwayatkan oleh beberapa perawi, namun dari sekian banyak riwayat ternyata urutannya selalu sama, yakni sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya.

Sudah maklum bahwa hadits merupakan bagian dari Mukjizat Rasul, yang setiap sabdanya mengandung isyarat. Urutan ini seakan menjadi sebuah isyarat dari Rasulullah r mengenai

tahapan penting untuk menciptakan generasi yang shalih. Urutan ini jika dilaksanakan dengan baik dan kompak tentu akan memperoleh hasilnya.

Rumusnya

Rumusnya: SEDEKAH JARIAH ini menempati Mukaddimah, ILMU YANG BERMANFAAT menempati proses atau inti dan ANAK SHALIH adalah goal atau hasil. Artinya jika ingin menciptakan generasi shalih maka harus sukses Pendidikannya, dan Pendidikan akan maksimal jika di dukung penuh oleh Sedekah Jariah.

Selanjutnya, dalam setiap tiga tahap tentu ada orang-orang primer yang terlibat didalamnya. SEDEKAH JARIAH menuntut keterlibatan dari: Orang kaya dan Dermawan. PROSES PENDIDIKAN menuntut keterlibatan dari: 1. Guru yang benar 2. Kurikulum yang mengarah 3. Sistem yang mendukung. Sedangkan proses ANAK SHALIH menuntut peran aktif dari: 1. Orang tua dan 2. Anak itu sendiri. Semua unsur tersebut jika kompak dalam satu tujuan, in sya Allah akan mendapatkan hasil.

Berikut skemanya:






 

 

 

 

 

 

1. Orang kaya & Dermawan

Umumnya, orang yang memiliki sesuatu secara berlebihan, keinginannya dalah pasti ingin berbagi. Namun bisa jadi ada orang yang berlebih hartanya nemun terkesan menahan diri untuk berbagi. Hal ini sangat mungkin karena belum memahami besarnya pahala berbagi harta, terlebih jika diperuntukkan untuk menyebarkan agama Islam. Bisa jadi ia belum mengerti bahwa amal terbaik bagi orang kaya adalah jihad harta. Orang kaya yang mengerti akan pentingnya tujuan mulia ini tentu justru merasa mendapatkan peluang emas. Ia akan terdorong hatinya untuk bersedia membiayai bahkan menanggung semua proses pendidikan yang sedang berlangsung. Ia meyakini bahwa jihadnya adalah berinfaq dan wakaf. Lahan, biaya pendidikan, kesejahteraan guru, operasional pesantren, dia menyiapkan diri untuk menjadi yang terdepan dalam mengawal. Ia akan mengatakan bahwa seorang guru amal terbaiknya adalah mengajar dan mendidik, maka amal terbaikku adalah hartaku.

 

Jika keyakinan ini sudah tertancap kuat di hati, maka besaran harta tidak akan menjadi penghalang. Ia akan selalu mengingat sabda Nabi saw dan berupaya agar termasuk menjadi golongannya

مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فَقَدْ غَزَا

Orang yang menyiapkan alat perang akan mendapatkan pahala yang sama dengan yang berperang. (HR. Muslim 1895)

 

2. Guru yang benar

Ilmu adalah proses terpenting yang menentukan hasil, dan Guru adalah organ terpenting dari semua itu. Gedung yang mewah dan menjulang tinggi tidak menentukan kualitas pendidikan, namun penentunya adalah siapa guru yang ada di balik gedung itu. Maka jika ingin belajar, hendaknya memilih guru yang benar-benar mengerti tujuan mulia ini. Seorang guru yang memiliki tanggung jawab moral dan keberhasilan anak bangsa. Bukan asal guru yang menjadikan profesinya sebagai sekedar profesi belaka.

 

Dalam salah satu kesempatan, ada seorang Gus yang sowan kepada Abi Ihya’, dan bertanya mengenai kriteria seorang guru murobbi. “Abi, kriteria Murobbi itu bagaimana?, tanya Ra Zaki Aschall.

Abi Ihya' menjawab dengan senyum khasnya:

 

Seseorang yang ketika kau bertemu dengannya, maka ada perubahan di hatimu (keruh menjadi bersinar), karena dia yang mengantarkanmu kepada Allah, yang menyampaikanmu pada Allah, yang setiap malam mendoakanmu

 

Jika kau ada unek-unek kepada Murobbimu, segera sampaikan, tanyakan dengan baik, karena jangan sampai di hatimu ada ghill terhadap Murobbi. Sangat berbahaya.

 

Dulu saat saya (Abi Ihya') bersama Abuya Sayyid Muhammad, ada sedikit unek-unek dalam hati, mempertanyakan dalam hati "Loh, Abuya kok....", baru 'kok' gitu saja dalam hati, Abuya langsung menuding saya "Ya Ihyaaaaa', isyfi qolbak? bersihkan hatimu, jangan kok kok ke saya".

 

Begitu pentingnya mencari guru yang Murobbi. Maka betapa beruntung, seorang murid dan santri yang mendapatkan guru yang bukan hanya sekedar memberi ilmu, namun juga memperhatikan akhlak bahkan mengantarkannya kepada Allah ta’ala.

  

3. Kurikulum yang mengarah

Jika guru menjadi penting karena sebagai pemandu dari ilmu yang disampaikan, maka posisi kurikulum tidak kalah pentingnya, karena merupakan inti dari apa yang disampaikan oleh seorang guru kepada muridnya.

 

Kurikulum haruslah dibuat agar mengarah kepada pembentukan generasi yang shalih. Eman sekali rasanya jika ada lembaga pendidikan Islam, guru dan karyawaanya berjilbab namun kurikulum yang diajarkan tidak mengarah kepada pembentukan generasi yang shalih. Bisa jadi itu karena terpengaruh gaya pendidikan saat ini yang terkesan modern, yang orientasinya hanya bahagia dunia saja. Padahal Islam adalah agama ilmu. Rasulullah saw sendiri yang diwariskan adalah ilmu, bukan bukan harta benda.

 

4. Sistem yang mendukung

Selain guru yang benar dan kurikulum yang mengarah pada pembentukan generasi yang shalih, sistem juga haruslah mendukung semua itu. Karena guru yang benar, kurikulum yang terarah namun sistem yang dijalankan bertolak belakang dengan keduanya juga menjadi sebuah hambatan sendiri. Lucu rasanya jika dalam sebuah lembaga pendidikan yang berlabel Islam, para gurunya berjilbab, materinya tentang akidah akhlak, namun dalam proses pendidikannya masih ada ikhtilath lawan jenis, bahkan gurunya juga ikut memberi contoh yang tidak bagus. Sehingga ibarat ingin ngelap mobil ferari namun menggunakan amplas. Buatlah aturan yang membatasi akhlak tercela dan mengakomodir akhlak mulia.

 

5. Orang tua

Peran orang tua dalam menentukan anak shalih itu sangat penting. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ على الفِطْرَةِ، فأبَواهُ يُهَوِّدانِهِ، أوْ يُنَصِّرانِهِ، أوْ يُمَجِّسانِهِ

Setiap anak yang lahir adalah suci (muslim), kemudian orang tuanya yang menentukan menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani, atau Majusi (HR. Bukhari 1385)

 

Setiap orang tua standarnnya mengerti bahwa perawatan dan pendidikan adalah tanggung jawabnya. Tanggung jawab orang tua kepada ana dan istri adalah tanggung jawab wiqoyah (menjaga dengan 100%), sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an

یَـٰأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُم وَأَهلِیكُم نَارا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلحِجَارَةُ عَلَیهَا مَلَـٰىِٕكَةٌ غِلَاظ شِدَاد لَّا یَعصُونَ ٱللَّهَ مَا أَمَرَهُم وَیَفعَلُونَ مَا یُؤمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. Attahrim: 06)

 

Hal ini berbeda dengan tanggung jawab orang lain, yang hanya sekedar nidzaroh (memberi peringatan) sebagaimana ayat

وَأَنذِر عَشِیرَتَكَ ٱلأَقرَبِینَ

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (QS. As-Syu’aro’ 214)

 

Orang tua yang mengerti ayat dan hadits ini pas akan berupaya memilihkan untuk anak2nya pendidikan yang berkualitas, guru yang benar- benar guru. Ia tidak akan terpengaruh oleh lembaga yang tidak menjurus kepada goal ini.

 

Selain itu, ketika orang tua sudah merasa meletakkan anaknya pada pesantren atau sekolah Islam, tidak akan merasa sudah selesai tanggungjawabnya, namun akan akan memastikan ketika anaknya di rumah bergaul dengan siapa saja. Ia sadar bahwa di sekolah hanya 33% sementara 66%nya ada dengan mereka di rumah.

 

6. Anak itu sendiri

Yang terakhir adalah peran si anak. Anak harus difahamkan bahwa dialah yang kelak akan menjadi penerus ulama dan pejabat bangsa. Katakan bahwa masa belajar itu pahit, yang manis adalah hasilnya. Jika si anak sudah faham, maka itu kan sangat mempermudah mencacapi tujuan

Demikianlah isyarat sistem yang diberikan oleh Rasulullah saw melalui hadits ini. Kita bermohon kepada Allah semoga kita dijadikan sebagai orang yang memiliki kontribusi dalam mencetak generasi yang shalih. Amiin Ya Rabbal Alamin

والله يتولى الجميع برعايته

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara