[7] TUJUH GOLONGAN YANG AKAN MENDAPATKAN NAUNGAN ALLAH

TUJUH GOLONGAN 

YANG AKAN MENDAPATKAN NAUNGAN ALLAH 


حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ: حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ: حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عن النبي ﷺ قَالَ: (سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَدْلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ، فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خاليا ففاضت عيناه). أخرجه البخاري (١٤٢٣)، ومسلم (١٠٣١)


Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Ubaidillah, dia berkata: Telah menceritakan kepadaku Khubayb bin Abdurrahman, dari Hafs bin Asim, dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad ﷺ, beliau bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu: (1) Imam yang adil, (2) pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, (3) orang yang hatinya terpaut pada masjid, (4) dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, (5) orang yang ditawari berzina oleh wanita yang berkedudukan dan cantik, lalu ia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, (6) orang yang bersedekah dengan menyembunyikan sedekahnya, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kanannya, dan (7) orang yang berdzikir kepada Allah dalam kesendirian, lalu matanya berlinang air mata.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031)

Penjelasan Hadits

Tujuh Orang, atau golongan yang memiliki sifat yang sama.

Jumlah tujuh tidak menunjukkan batas. Al-Hafiz menyebutkan dalam Al-Fath bahwa ia meneliti hadis ini dan mengembangkannya menjadi 28. lalu dia menulis risalah yang dia namakan معرفة الخصال الموصلة إلى الظلال 'Sifat-sifat yang Mencapai Naungan Allah. Bahkan Imam Al-Suyuti mengembangkannya menjadi 70 dan menulis risalah yang berjudul 'بزوغ الهلال في الخصال المقتضية للظلال

Kata “naungan” Allah memiliki 3 makna; (1) Naungan Arsy, (2) Naungan Surga sebagaimana ayat وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا dan (3) Sebagaimana pendapat Ibnu Dinar = kehormatan, perlindungan, dan penghindaran dari hal-hal yang tidak diinginkan di hari kiamat. yang semua itu adalah milik Allah

Hadits ini menjelaskan tentang kabar gembira dari Rasulullah ﷺ kepada tujuh golongan yang akan mendapatkan kehormatan dan kemuliaan dari Allah pada hari kiamat, yaitu hari yang penuh dengan kesulitan, kepanikan, dan ketakutan bagi makhluk. Mereka akan mendapatkan naungan rahmat, perlindungan, dan kecintaan Allah kepada mereka. Naungan ini juga menunjukkan keistimewaan dan keunggulan mereka di antara makhluk lainnya.

Tujuh golongan yang disebutkan dalam hadits ini adalah golongan-golongan yang memiliki sifat-sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu keadilan, ketaatan, kecintaan, ketaqwaan, ketaqwaan, keikhlasan, dan khusyu’. Mereka adalah orang-orang yang beramal dengan ikhlas karena Allah, tidak mencari pujian atau pengakuan dari manusia, tidak bermaksud untuk menunjukkan diri atau meraih kedudukan, tidak terpengaruh oleh godaan dunia atau hawa nafsu, tetapi hanya mengharap ridha dan pahala dari Allah. Mereka juga adalah orang-orang yang melawan hawa nafsunya dan mengalahkan syahwatnya, sehingga mereka dapat menjaga diri mereka dari hal-hal yang dapat menghalangi mereka dari mendapat naungan Allah.

Golongan pertama = Imam yang adil, 

yaitu pemimpin yang menjalankan keadilan dalam urusan agama dan dunia, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap rakyatnya. Pemimpin yang adil adalah sebaik-baik pemimpin dan sebaik-baik hamba. Allah berfirman:


إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS. An-Nisa’: 58]

Pemimpin adalah orang yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan atas orang lain. Ketika orang berkesempatan menjadi pemimpin, saat itulah jati dirinya diuji. Dengan kekuasaan, ia bisa mengambil keuntungan sebesar-besarnya, karena ia memiliki segala piranti yang bisa mewujudkan itu. Oleh sebab itu, banyak yang terjebak ketika berkuasa, berlaku zalim, tidak adil dan amanah. Ia menggunakan kekuasaannya untuk keuntungan pribadi dan golongan, padahal sejatinya pemimpin adalah yang siap melayani mereka, bukan menguasai. 

سَيِّدُ القَوْمِ خَادِمُهُمْ.

“Pemimpin kaum adalah mereka yang siap melayani, bukan menguasai” 

Oleh sebab itu, ketika ada pemimpin yang berlaku adil, Allah memberikan keistimewaan berupa perlindungan kelak dihari kiamat. 

Golongan kedua: pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, 

yaitu pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah, tidak terjerumus dalam kemaksiatan dan kesia-siaan. Pemuda yang seperti ini adalah sebaik-baik pemuda dan sebaik-baik hamba. 

Usia muda adalah usia labil yang penuh dengan godaan dan tantangan. Banyak orang yang tersesat dan terjerumus dalam kemaksiatan ketika usia muda. mulai mengenal uang, lawan jenis dan kriminalitas hidup. hingga dikatakan:

الشبابُ شُعبةٌ من الجنونِ والنِّساءُ حبائلُ الشَّيطانِ

"Pemuda adalah cabang dari kegilaan, dan wanita adalah tali-tali setan."

Oleh sebab itu ketika ada seorang anak menginjak usia muda dalam kondisi rajin beribadah kepada Allah, istiqomah, tidak terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, tetapi malah menjadi teladan dan pemimpin bagi orang lain dan sudah shalih sejak usia muda, maka Allah mengapresiasinya dengan memberikan naungan kelak di Mahsyar. Sebagaimana hadits di atas. 

Keistimewaan ini menunjukkan betapa mulianya orang yang shalih sejak usia muda. Mereka akan mendapatkan perlindungan dari Allah di hari yang paling panas dan paling menakutkan, yaitu hari kiamat. Mereka akan merasakan ketenangan dan kesejukan di bawah naungan Allah, sementara orang lain akan merasakan kepanasan dan kegelisahan.

Maka Jika Anda masih berusia muda, manfaatkanlah usia Anda untuk beribadah kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Jangan biarkan godaan dan tantangan menghalangi Anda dari jalan yang lurus. Jadilah pemuda yang shalih, yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, yang taat kepada orang tua dan guru, yang bermanfaat bagi masyarakat, dan yang menjadi teladan bagi orang lain.

Dan Jika Anda sudah berusia dewasa, jangan menyesali masa muda Anda yang mungkin kurang shalih. Tetapi, berusahalah untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah Anda. Jangan pula lupa untuk mendoakan dan membimbing anak-anak Anda agar menjadi pemuda yang shalih, yang bisa mendapatkan naungan Allah di hari kiamat.

Golongan ketiga = orang yang hatinya terpaut pada masjid, 

Masjid adalah rumah (yang dimuliakan) Allah. Imam Nawawi menjelaskan bahwa maksudnya adalah orang yang hatinya benar-benar mencintai masjid dan dia shalatnya selalu berjamaah di sana, bukan orang yang duduk lama di masjid. Sehingga pada saat keluar dari masjid, hatinya otomatis menghitung waktu shalat berikutnya. Itu juga pendapat Imam Munawi yang beliau tuangkan dalam kitab Faidhul Qadir-nya

Golongan keempat adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah, 

Mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, yaitu dua orang yang menjalin persahabatan dan persaudaraan karena ikhlas mengharap ridha Allah, tidak karena motif dunia atau hawa nafsu, mereka saling menasehati dan membantu dalam kebaikan dan ketaqwaan, mereka tidak saling bermusuhan atau berkhianat. 

Imam Nawawi berkata: Mereka bertemu karena cinta kepada Allah dan berpisah karena cinta kepada Allah. Sebab pertemuan mereka adalah cinta kepada Allah, dan mereka terus berada dalam keadaan tersebut hingga berpisah dari majelis mereka, keduanya adalah orang-orang yang tulus dalam cinta masing-masing kepada sahabatnya karena Allah Ta'ala, baik saat mereka bersama-sama maupun saat berpisah. 

Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk saling mencintai karena Allah, penjelasan tentang besarnya keutamaan itu, yang termasuk hal yang penting. Karena sesungguhnya cinta karena Allah dan benci karena Allah adalah bagian dari iman, dan Alhamdulillah, ada banyak orang yang mendapat keberuntungan diberikan kemampuan untuk melakukannya."

Golongan kelima = orang yang ditawari berzina oleh wanita yang berkedudukan dan cantik, lalu ia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’ 

Yaitu orang yang menolak godaan syahwat yang sangat kuat, karena takut kepada Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Ia mengalahkan nafsunya dan memenangkan Allah dalam hatinya. 

Menurut al-Qadhi, ungkapan "takut kepada Allah" mungkin diucapkan dengan lidah atau mungkin juga ada dalam hatinya untuk menegur dirinya sendiri. Ungkapan tersebut khusus merujuk pada wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, yang menimbulkan hasrat besar dan sulit untuk diperoleh. Wanita tersebut memiliki kedudukan dan kecantikan, terutama yang memiliki keturunan yang mulia. Makna dari "ditawari atau diajak" adalah bahwa wanita tersebut mengundangnya untuk berzina dengannya, dan ini adalah pemahaman yang benar. Al-Qadhi menyebut ada dua kemungkinan makna alternatifnya, yang pertama adalah bahwa dia diundang untuk menikah dan ia takut akan ketidakmampuannya untuk memenuhi hak-haknya, atau dia takut kepada Allah telah mengalihkannya dari kenikmatan duniawi dan nafsu-nafsunya.

Rasulullah ﷺ menjamin masuk surga bagi umatnya yang berani menjamin keselamatan farjinya: 

مَن يَضْمَن لي ما بيْنَ لَحْيَيْهِ وما بيْنَ رِجْلَيْهِ، أضْمَنْ له الجَنَّةَ

"Barangsiapa yang menjamin bagiku keselamatan apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan di antara dua kakinya (farji), maka aku menjamin baginya surga." (HR. Bukhari No 6474)

Golongan keenam = “Seseorang yang bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya 

yaitu orang yang bersedekah dengan ikhlas tanpa riya’ (ingin dilihat) atau sum’ah (didengar), tidak mengharap pujian atau pengakuan dari manusia, bahkan menyembunyikan sedekahnya sebisa mungkin. 

Ungkapan sedekah dengan menggunakan “tangan kanan dan kiri” merupakan bentuk hiperbola yang digunakan untuk menyampaikan ide tentang menyembunyikan amal perbuatan. Penggunaan kedua tangan tersebut sebagai perbandingan dipilih karena kedekatan dan keterkaitan antara keduanya.

Para ulama mengatakan: "Dalam sedekah yang bersifat sunnah, menyembunyikan amal tersebut adalah yang terbaik. Hal ini karena tindakan tersebut lebih mendekati kesungguhan dan lebih jauh dari riya'. Adapun zakat yang wajib, mengumumkannya adalah yang terbaik. Sebagaimana shalat sunnah dan wajib yang berbeda anjuran pelaksanaanya. Nabi ﷺ bersabda 

أفضلُ الصلاةِ صلاةُ المرْءِ في بيْتِه إلّا المكتوبةَ

Sebaik-baik shalat adalah yang dikerjakan di rumah, kecuali shalat wajib. (HR. Bukhari no. 731)

Namun bagi orang yang sudah tidak ada masalah dengan hatinya, maka sedekah kapanpun (siang, malam, rahasia, atau terbuka) maka itu adalah yang terbaik baginya. Sebagaimana yang dijelaskan ayat

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih. [QS. Al-Baqarah: 274]

Golongan ketujuh = orang yang berdzikir kepada Allah dalam kesendirian, lalu matanya berlinang air mata, 

Yaitu orang yang di kala sendirian mengingat Allah dengan hati yang khusyu’ dan penuh rasa takut, cinta, dan harap, tidak terpengaruh oleh orang lain, bahkan menangis karena terharu dan merasakan kebesaran Allah, merenungi dosa yang dilanggarnya.

Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits ini ada anjuran pentingnya menangis karena takut tidak diridhai Allah dan memiliki ibadah rahasia (sirri) karena itu bisa membuat ibadah menjadi ikhlas dan sempurna.  


والله يتولى الجميع برعايته



Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara