Hadits Kedua Puluh Sembilan Amal & Harta yang Baik

 

Hadits Kedua Puluh Sembilan

Amal & Harta yang Baik


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ :
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْـــــمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْــــمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ ((يَآأَيُّــــــهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ)) المؤمنون:51 ,وَقَالَ: ((َيآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ)) البقرة:172, ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ, وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ, فَأَنَّي يُسْتَجَابُ لَهُ؟ 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah . ia berkata: Rasulullah bersabda:
Wahai manusia, sesungguhnya Allah Dzat yang baik, tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Memerintahkan kepada orang-orang beriman seperti Dia telah Memerintahkan kepada para utusan, maka Dia Berfirman : “Wahai para utusan, makanlah dari yang baik-baik dan beramal-lah yang shaleh, karena sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan”QS al Mukminun : 51. “Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Aku anugerahkan kepada kalian”QS al Baqarah : 172. Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang melakukan bepergian panjang dalam keadaan rambut awut-awutan dan berdebu seraya menengadahkan kedua tangan ke langit; wahai Tuhan, wahai Tuhan, sementara makanannya haram, pakaiannya haram dan sejak kecil ia diberi makanan haram, maka bagaimana mungkin ia dikabulkan (HR. Muslim No 1015)

***

Setelah Allah menjelaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia dan bahwa hanya Dialah yang menciptakan segalanya, dalam Surat Al Baqarah 168 menjelaskan bahwa Dialah yang memberi rezeki semua makhluk-Nya. Untuk itu Allah Ta’ala menyebutkan sebagai pemberi karunia kepada mereka, bahwa Dia memperbolehkan mereka makan dari semua apa yang ada di bumi, sepanjang itu halal dan thayib. Hal ini adalah karunia yang teramat besar yang diberikan kepada umat Nabi Muhammad . Berbeda dengan umat yahudi yang Allah haramkan sebagian makanan yang thayib sebagai bentuk hukuman atas kenakalan mereka dengan mengubah ayat unyuk kepentingan perut mereka.

Definisi Halal dan Thayib

berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, beliau mendefinisikan bahwa Halal artinya segala makanan yang diperbolehkan di konsumsi. Sementara Thayib adalah layak, yakni baik dan tidak membahayakan tubuh serta akal mereka.

Pentingnya makanan Halal dan Thayib

1. Makanan mempengaruhi perilaku.

Secara garis besar, Allah telah menunjukkan bahwa makanan adalah energi. Pada ayat di atas (QS. Al Mukminun : 51) memerintahkan makan dahulu beru kemudian perintah beramal saleh. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan itu ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi sebelumnya. Jika yang dimakan halal, maka perbuatannya pasti halal, begitu pula jika makan haram dan syubhat. Oleh kerena itulah dalam hadits disebutkan

وأيُّما عبدٍ نَبَتَ لحمُهُ مِن سُحْتٍ، فالنّارُ أَوْلى به

Setiap orang yang dagingnya tumbuh dari makanan haram, maka Nerakalah yang paling berhak atasnya [HR. Thabarani 6495]

Artinya, ketika makanan haram sudah masuk dalam jasad, ia akan terdorong melakukan perbuatan maksiat sehingga terjerumus sampai Neraka.

Oleh karena itu, Rasulullah menjamin bahwa umatnya yang mampu menjaga lisannya dijamin masuk surga.

مَن يَضْمَن لي ما بيْنَ لَحْيَيْهِ وما بيْنَ رِجْلَيْهِ، أضْمَنْ له الجَنَّةَ

Barangsiapa yang sanggup menjamin keselamatan lisan dan farjinya, aku yang menjamin surga untuknya. [HR. Bukhari 6474]

Menjamin lisan berarti juga menjamin perut dimana lisan adalah lalu lintasnya. Hadits ini memberikan isyarat bahwasanya semua jenis maksiat yang terjadi di dunia, sumbernya ada dua, yakni kejahatan lisan (termasuk perut) dan kejahatan farji. Lisan di sebutkan terlebih dahulu memberikan isyarat bahwa farjinya akan bertindak jahat jika perut dan lisannya tidak terkendali. Oleh karena itulah Islam menghantamnya dengan syariat berpuasa.

2. Makanan Mempengaruhi Tabiat

Selain makanan mempengaruhi perilaku, makanan juga mempengaruhi tabiat. Artinya tabiat seseorang sangat tergantung dari pada makanan yang dikonsumsinya.

Sebagai bentuk analogi, Dalam tinjauan zoologi, pengaruh makanan terhadap watak dan perilaku, secara sederhana dapat dilihat pada hewan. Jenis hewan karnivora yang memangsa hewan lain, memiliki perilaku buas, agresif, suka menyerang dan membahayakan. Seperti singa, harimau, dll. Sedangkan hewan herbivora yang memakan tumbuh-tumbuhan relatif lebih jinak, dan tidak membahayakan. Seperti sapi, kambing, ayam dll.

Dengan analogi ini dapat dipahami, bahwa Allah mengharamkan makanan dan hewan-hewan yang jelek karena makanan memiliki pengaruh terhadap akhlak dan watak, sifat dan sikap serta perilaku seseorang. Harta dan makanan yang halal dan baik akan menumbuhkan darah dan daging yang baik. Perilaku dan perbuatannya pun (in sya Allah) cenderung pada yang baik juga, yang dihalalkan dalam agama. Begitu pula sebaliknya. Mengkonsumsi makanan yang buruk, atau diharamkan dalam agama, maka akan berdampak akhlak dan watak menjadi buruk . Cenderung pada perilaku dan perbuatan yang diharamkan. Ringkasnya, bisa disimpulkan dengan ungkapan, “You Are What You Eat”. Watak dan perilaku anda itu relatif sangat dipengaruhi oleh apa yang anda makan.

Melansir dari artikel MUI, bahwa konon suatu ketika Syaikh Muhammad Abduh, seorang Tokoh Ulama terkemuka berkunjung ke Prancis. Beberapa mahasiswa menanyakan padanya tentang alasan ajaran Islam mengharamkan babi. "Umat Islam mengatakan babi itu haram karena memakan sampah yang mengandung cacing pita, mikroba, dan bakteri-bakteri berbahaya lainnya. Sekarang, jika semua itu sudah hampir tidak ada lagi, karena ternak babi dipelihara di peternakan moden. Kebersihannya terjamin, bahkan dengan proses sterilisasi yang memadai. Lantas, bagaimana mungkin babi-babi itu terjangkit dengan cacing pita atau bakteri dan mikroba berbahaya dan masih diharamkan?"

Muhammad Abduh tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Tapi dengan cerdik ia meminta dibawakan dua ekor ayam jantan dan satu ekor ayam betina, serta dua ekor babi jantan dan satu ekor babi betina. Mereka pun bertanya, "Untuk apa semua itu?" "Penuhi apa yang saya minta, maka akan kalian akan melihat satu rahasia," jawab Syaikh. Maka mereka memenuhi permintaan Syeikh Muhammad Abduh.

Pemikir Islam ini segera mengurung kedua ekor ayam jantan bersama seekor ayam betina dalam satu kandang. Apa yang terjadi? Dua ekor ayam jantan itu berkelahi dan saling menyerang untuk mendapatkan ayam betina.

Setelah itu Muhammad Abduh melepas dua ekor babi jantan dengan seekor babi betina. Kali ini, mereka menyaksikan sebuah "keanehan". Tidak ada sedikit pun perkelahian untuk memperebutkan babi betina. Tanpa rasa cemburu dan harga diri, babi jantan yang satu justru membantu babi jantan lainnya melaksanakan hajat seksualnya. Mengapa hal ini terjadi?"

Ternyata makan babi mematikan ghirah (cemburu). Sehingga muncul banyak kasus perzinahan dengan berbagai macam variannya yang dimulai dari hilangnay sifat cemburu terhadap pasanganya, bahkan keluarganya. Naudz Billah. Ini hanya Babi saja. Begitu pula hewan lain. Karakternya akan menurun.

Oleh sebab ini pula mengapa anak rodlo’ itu mahram (haram di nikah). Karena meminum susu 5 kali waktu masih balita (maksimal 2 tahun), bisa menurunkan tabiat ibu susunya, sehingga menjadi seperti anak kandungnya. “You Are What You Eat”

Oleh karena niat besar inilah Allah dan Rasulnya selalu memotivasi kepada hambanya untuk berupaya selalu mengkonsumsi yang halal dan Allah menghukum yang tidak tidak mengindahkannya.

1. Selama 40 hari, Allah tidak akan menerima ibadahnya.

Termasuk shalat. Padahal shalat adalah amal penentu nasib dan pertama yang akan ditanyakannya.

والَّذي نفسُ محمَّدٍ بيدِه إنَّ العبدَ يقذِفُ اللُّقمةَ الحرامَ في جوفِه ما يُتقبَّلُ منه العملُ أربعينَ يومًا

Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan sesuap saja makanan haram ke dalam perutnya, maka amalnya tidak akan diterima selama 40 hari. (HR. At-Thabrani).

Beliau menyampaikan hadits ini sembari bersumpah. Padahal kalau pun tidak bersumpah, apa yang beliau sampaikan tetaplah sebuah kebenaran. Sumpah beliau menunjukkan betapa penting isinya.

Ulama menjelaskan kenapa ada hitungan 40 hari, adalah karena satu suapan itu pengaruhnya baru akan hilang secara total setelah selang 40 hari. Itu hanya satu suapan. Lalu bagaimana jika satu piring? Hitung saja sendiri

Imam Tsauri berkata : Berinfak dengan harta haram ibarat mencuci pakaian dengan air kencing. Tidak menjadi suci. Begitu pula dosa tidak akan bsa dihapus kecuali dengan perkara halal.

Ibnu Abbas berkata : Allah tidak akan menerima shalat seorang hamba yang perutnya terdapat makanan haram.

2. Selama 40 hari, Allah tidak akan mengabulkan doanya.

Tidak ada yang paling berharga yang dimiliki seorang hamba keculai Allahnya. Karena Allah yang menjadi tumpuan. Allah yang mengabulkan setiap doa. Dan Allah adalah maha pengasih dan pemurah terhadap hambanya.

Ternyata Allah yang maha mengabulkan itu, enggan mengabulkan doanya selama 40 hari gara-gara satu suap nasi yang masuk ke tenggorokannya. Maka betapa naasnya seorang hamba yang setiap hari usianya berkurang, kesempatannya semakin sedikit, ditambah lagi selama itu doa-doanya tidak dikabulkan, sekalipun ia sudah berada pada kondisi menghinakan diri di hadapanNya, seperti rambut yang acak-acakan, berdebu, dalam kondisi bepergaian (sebagaimana hadits di atas). Betapa meruginya. Inilah hukuman Allah agar kita tidak terjerumus di dalamnya.

3. Allah memerintahkan ini buka hanya umat ini saja.

Namun Allah juga memerintahkan makan halal ini kepada para utusan. Artinya semua para Nabi juga mengajarkan syariat ini. Syariat ini bukanlah syariat satu umat, melainkan semua umat manusia.

4. Rasulullah sudah memberitakan kasus ini kelak marak terjadi.

Apakah itu saat ini? Naudz Billah

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ

Akan datang kepada manusia suatu zaman, yaitu seseorang tidak lagi memperdulikan dari mana ia mengambil hartanya, apakah dari jalan yang halal ataukah dari jalan yang haram. (Hr. Bukhari).

IMAM AL-JUWAINI DAN MAKANAN HALAL

Konon, Abu Muhammad Aljuwani, yang terkenal dengan sebutan Imam Aljuwaini adalah figur seorang alim yang sangat berhati-hati dalam menjaga kehalalan makanan bagi dirinya maupun keluarganya. Hingga dalam bekerja pun, beliau mengharuskan penghasilannya itu murni dari pekerjaan tangannya sendiri. Beliau juga mempunyai seorang putra, yang pada saat dewasa terkenal dengan julukan Imam Haramain (Gurunya Imam Al Ghazali).

Di mulai sejak saat Imam Haramain masih bayi, sang ayah selalu menjaga kehalalan makanan yang masuk ke dalam tubuh Imam Haramain, karena sang ayah berharap agar putranya itu kelak menjadi orang yang shalih dan berguna bagi kemashlahatan umat Islam.

Diriwayatkan, bahwa suatu hari, pada saat Imam Aljuwaini sedang bekerja di belakang rumah, sedangkan istrinya memasak di dapur, dan kebetulan letak kamar putranya yang masih bayi, berada agak jauh dari tempat mereka berdua, yang mana saat itu sang bayi menangis kehausan. Sangat kebetulan, tetangga sebelah rumahnya adalah keluarga berkecukupan dan memiliki seorang budak perempuan yang sedang masa menyusui. Mendengar tangis bayi, maka budak perempuan milik tetangga itu tiba-tiba hatinya merasa iba, dan tanpa ada yang menyuruh, si budak mengambil sang bayi putra Imam Aljuwaini untuk disusui. Belum lama si budak menyusui, tiba-tiba Imam Aljuwaini muncul, dan meminta anaknya kembali. Lantas beliau bawa sang putra ke ruang belakang rumahnya, seraya berusaha mengeluarkan air susu si budak dari perut sang putra, dengan cara memasukkan jarinya ke tenggorokan sang putra. Maka sang putrapun memuntahkan air susu si budak tadi. Tatkala istrinya bertanya, maka beliau menerangkan bahwa si budak itu memiiliki tuan (juragan), dan air susu si budak yang diberikan kepada putranya itu hukumnya syubhat, karena belum mendapat ijin dari tuannya. Untuk itu beliau sangat khawatir jika air susu si budak itu akan mempengaruhi proses pendewasaan yang negatif bagi sang putra tercinta. Di saat Imam Haramain bin Imam Aljuwaini tumbuh dewasa, beliau menjadi seorang yang alim, dengan keluasan ilmunya yang membahana di antara penduduk kota Makkah dan Madinah Almunawwarah, hingga beliau mendapat gelar Imam Alharamain. Namun, terkadang terjadi pada diri beliau suatu kondisi yang kurang menguntungkan di saat beliau berdakwah mengajarkan ilmunya, yaitu keluar suara gagap, sekalipun hanya sejenak. Suatu saat beliau ditanya, mengapa terkadang beliau tergagap saat berbicara ? Maka Imam Haramain menerangkan, hal itu adalah pengaruh bekas air susu si budak yang pernah menyusuinya itu.



والله يتولى الجميع برعايته







Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara