Hadits Kedua Puluh Lima Menyeru ke Jalan Allah

Hadits Kedua Puluh Lima : Menyeru ke Jalan Allah

قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُوْلُ:

[نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا شَيْئًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَي مِنْ سَامِعٍ]

Abdullah bin Mas’ud Ra. berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:

((Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia menyampaikannya persis seperti dengan yang dia dengar. Karena betapa banyak orang yang mendapat (berita/keterangan) lebih memahami daripada orang yang langsung mendengar))


Penjelasan

Hadits tentang dakwah ini memiliki beberapa riwayat dengan redaksi yang berbeda pula. Diantaranya adalah

نضَّر اللهُ امرأً سمِع مقالتي فوعاها فبلَّغها كما سمِعها1

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia mewadahinya dalam hati lalu menyampaikannya persis seperti dengan yang dia dengar.

نضَّرَ اللَّهُ امْرأً سمعَ منّا حديثًا فأدّاهُ كَما سمعَهُ2

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia menyampaikannya persis seperti dengan yang dia dengar.

نَضَّرَ اللهُ امرأً سَمِعَ مَقالَتي فوَعاها؛ فرُبَّ حامِلِ فِقهٍ ليس بفَقيهٍ.3

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia mewadahinya dalam hati. Karena betapa banyak orang yang membawa ilmu fiqh namun dia bukan seorang ahli fiqh

نضَّرَ اللَّهُ امرأً سمِعَ مقالَتي فوعاها حتّى يؤديَها إلى مَن لَم يسمَعْها4

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia mewadahinya dalam hati sehingga ia menyampaikan kepada orang yang belum mendengarkannya

نضَّرَ اللَّهُ امرأً سَمعَ منّا حَديثًا فبلَّغَهُ، فرُبَّ مُبلَّغٍ أَحفَظُ مِن سامِعٍ5

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia menyampaikannya, karena betapa banyak orang yang menerima berita lebih bisa menjaga dari pada yang langsung mendengar

نضَّر اللهُ امرأً سمِع منّا حديثًا فحفِظَه حتى يُبَلِّغَه فرُبَّ مُبلَّغٍ أحفظُ له من سامعٍ6

Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar sesuatu dariku lalu dia menghafalnya sampai bisa menyampaikannya, karena betapa banyak orang yang menerima berita lebih bisa menjaga dari pada yang langsung mendengar


Dari sekian banyaknya redaksi riwayat hadits di atas, jika kita satukan adalah sebagai berikut: Bahwa Rasulullah mendoakan kepada orang yang (1) Mendengar sesuatu dari Rasulullah (2) Menghafalnya (3) Menyampaikannya. Dan Beliau memberikan alasan karena banyak orang yang menerima berita (hadits) ternyata lebih bisa menjaga, menghafal dan memahami isi dari pada yang menyampaikan.


Dengan banyaknya riwayat diatas, namun doa Rasulullah sama, yakni mendoakan dengan kata نضر, apa maknanya :

  1. Kabar berita dari Rasulullah bahwa orang yang melakukan demikian maka wajahnya akan bersinar. Bersinar namanya ketika di dunia dan akhirat; Bersinar wajahnya di dunia dan akhirat; Kenikmatan surga; Hidupnya penuh dengan nikmat.

  2. Doa dari Rasulullah bagi umatnya yang melakukan demikian akan mendapatkan sebagaimana nomor 1

Keutamaan Berdakwah

Berbicara tentang keutamaan berdakwah, artikel ini tidaklah bisa menjelaskan secara rinci karena begitu besar keutamaannya. Maka cukup menjadi motivasi bahwa dakwah ini adalah pekerjaan dan visi utama para Nabi. Dan para Nabi adalah profil manusia terbaik. Dengan demikian, jika ada umat islam yang melakukan ini, maka sama dengan melakukan pekerjaan terbaik. Allah taala berfirman :

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” [QS. Fussilat : 32]


Klasifikasi Dakwah

Abi Ihya’ sering menyampaikan bahwa dalam dunia dakwah ini ada 3 kelas :

1. Hamilud Dakwah (Pemikul)

    Yaitu para pemikul dakwah. Sebagaimana yang di isyaratkan dalam hadits Rasulullah

إنَّ العُلماءَ ورثةُ الأنبياءِ إنَّ الأنبياءَ لم يورِّثوا دينارًا ولا دِرهمًا إنَّما ورَّثوا العِلمَ فمن أخذَ بِهِ فقد أخذَ بحظٍّ وافرٍ7

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi, dan para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu, maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagiannya atau bagian yang melimpah ruah. (HR. Tirmidzi no 2682)


وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. [QS. ALi Imran: 104]

Mereka adalah pelaku, pemikul, pengemban dan penerus Dakwah para Nabi. Keseharian mereka adalah berdakwah, tujuan mereka hidup adalah untuk berdakwah. Bahkan bisa jadi mereka tidak sempat bekerja seperti umumnya orang karena semua waktunya habis untuk berdakwah.

2. Nasyirud Dakwah (Penyebar)

Yaitu mereka yang berada di grade ke dua, sebagai penyebar dakwah sebagaiamana yang tersirat dalam hadits

 بَلِّغُوا عَنِّي ولو آيَةً

Sampaikanlah dariku meski hanya satu ayat” (HR. Bukhari No. 3461)

Hadits ini secara lahir menunjukkan perintah kepada setiap orang untuk menyampaikan suatu ayat secar mutlak, siapapun itu. Namun tidaklah demikian. Hadits ini lebih menunjukkan pentingnya masalah dakwah. Dan itupun tidak hanya khusus kepada orang yang memiliki ilmu saja, namun siapapun bisa berdakwah sesuai dengan kapasitasnya.

Beda antara istilah Ngajar (taklim) dengan Ngajak (dakwah). Ngajar berarti tentang ilmu, tentu pelakunya harus memiliki ilmu dan semua piranti yang menyertainya, namun beda dengan dakwah, yang artiya mengajak, yang penting dia memiliki keberanian untuk mengajak orang lain untuk melakukan amal baik maka sudah masuk kategori ini. Misalkan : “Mari Pak, kita ke Masjid, di sana ada shalat berjamaah dan ada majelis ilmi.”

Allah berfirman :


وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.


3. Nashiruddakwah (Penolong)

Yaitu mereka yang berada pada posisi penopang, pembantu kelancara suksenya berdakwah. Sebagaimana hijrahnya Rasul ke Madinah, para muhajrin ketika sampai di Madinah, disambut dengan hangat, diberi rumah, diberi pakaian dan bahkan diberi pilihan memilih istri.


Pada grade ini, mereka akan bekerja keras yang hasilnya digunakan untuk membantu kelancaran berdakwah. Ibarat ulama berdakwah dengan ilmunya, Nashirud dakwah ini berdakwah dengan harta dan tenaganya. Mereka meyakini bahwa Allah akan tetap memperhitungkan keikutsertaan mereka dalam dakwah dan akan mendapatkan balasannya.


Terkait ini, Rasulullah sendiri telah menyampaikan :

مَن جَهَّزَ غازِيًا، فقَدْ غَزا، ومَن خَلَفَ غازِيًا في أهْلِهِ، فقَدْ غَزا

Siapa yang menyediakan bekal untuk orang yang berperang di jalan Allah, maka dia turut berperang. Dan siapa yang menafkahi ahli keluarga orang yang keluar berperang, maka dia turut berperang.” (HR. Bukhari, No. 2843; HR. Muslim, No. 1895)


Imam Nawawi Rahimahullah berkata:

Maksudnya, orang tersebut mendapat pahala dengan sebab perang, dan pahala ini bisa diraih pada setiap makna jihad sama ada sedikit ataupun banyak.

Demikian pula bagi orang yang menjaga (kebajikan) ahli keluarga para pejuang (yakni keluarga orang yang ditinggal keluar berjihad) dengan cara yang baik dengan memenuhi keperluan mereka, memberikan nafkah, atau membantu dalam hal ehwal urusan keluarga tersebut. Dalam dunia dakwah biasa dengan sebutan takaful

Dan ukuran pahala itu berbeda-beda, sesuai dengan sedikit atau banyaknya kebaikan yang disumbangkan.

Pada hadits ini terkandung anjuran untuk berbuat ihsan kepada sesiapa yang melakukan kemaslahatan ke atas kaum muslimin, atau ke atas sesiapa yang menegakkan dan menjaga urusan-urusan penting kaum muslimin.” (Syarh Shahih Muslim, 13/40)

Klasifikasi diatas bukan murni menunjukkan tingkatan sebuah gerakan, namun lebih menunjukkan betapa banyaknya jalan untuk berdakwah. Setiap orang bisa berdakwah sesuai dengan kapasitas masing-masing.


Pelajaran

  1. Hendaknya tidak meriwayatkan hadits hanya sepotong yang bisa menyebabkan perbedaan pemahaman. Karena ini adalah amanah ilmu

  2. Tidak mengutip hadits kecuali mempunyai rujukan yang jelas seperti Kutub Sittah dan lainnya.

  3. Bahwa pembawa Hadits (Ahli Hadits) wajahnya pasti berbinar2 atau terang, karena mendapatkan berkah doa Nabi (Ihya’us Sunnah). Imam Sufyan bin Uyainah ra. berkata: Tidak seorang pun yang memelajari hadits kecuali diawajahnya ada sinar, karena berkah doa Nabi ini

  4. Dianjurkan untuk menghafal hadits, meriwayatkan dan menyampaikannya kepada orang lain. Imam Atthibi ra. berkata: Rasulullah mengkhususkan doa ini kepada pembawa hadits dan yang menyampaikannya karena pelakunya sedang berada dalam pencarian terangnya ilmu dan Ihyaus Sunnah, oleh karena itu Rasulullah mendoakannya sesuai dengan yang diperbuatnya

  5. Bagi yang mendengar dan yang menyampaikan hadits, hendaknya disampaikan persis seperti yang dia dengar. Tidak menambah dan mengurang.

  6. Anjuran untuk memahami arti hadits, menggali hukum, dan mengeluarkan sari rahasia yang terkandung di dalamnya

  7. Dalam hadits ini juga terkandung penjelasan keuatamaan para ulama, membawa ilmu, menghafalnya dan menyampaikannya.


والله يتولى الجميع برعايته




1 HR. Abu Nuaim, Hilyatul Auliya 5/122

2 HR. Nasai No 5847, HR. Ahmad No. 21590, HR. Tirmidzi No. 2656, HR. Abu Daud No 3660

3 Irsyadus Sari 4/28

4 HR. Hakim No. 69

5 HR. Tirmidzi No. 2657, HR. Ibnu Majah No. 232, HR. Ahmad No. 4157

6 HR. Tirmidzi No. 2657

7 HR. Tirmidzi No. 2682

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADITS PERTAMA MELURUSKAN NIAT

Hadits Kesembilan Mengusahakan Sesuatu dengan Jalan Maksiat

HADITS KE DUA Arwah adalah Bala Tentara