MUHAASABAH
MUKADDIMAH
Didasarkan
pada beban tugas yang berat yaitu tugas inqadzul ummah (menyelamatkan
ummat). Berangkat dari tugas untuk mengankat ummat dari kedudukan asalnya
sebagai supporter di luar lapangan menjadi pemain aktif di medan laga dan dari
sikap pengandala kuantitas menjadi pengandalan kualitas. Ternyata untuk
mencapai kesempurnaan tugas mustahil dapat berhasil jika tanpa disertai usaha ta’liful
qulub (pertautan hati) antar anggota jama`ah.
Ta`liful
qulub tak akan tumbuh kalau tanpa di sertai kesiapan menerima koreksi
dan kesiapan mengoreksi (muhasabah) terhadap perilaku sesama
anggota jama`ah. Dengan demikian merealisasikan proses ta`liful qulub adalah
dengan memunculkan kesadaran untuk muhaasabah. Muhaasabah dalam hal ini, tentu
terbatasi oleh maksud dan tujuannya sendiri, paling tidak ada dua hal. Pertama,untuk mengingatkan keteledoran
dari anggota terhadap amalan jama`ah yang telah diiltizaminya.Kedua,melurusakan perilaku yang
menyimpang dari hukum syara` agar tetap berjalan diatas landasan hukum syara`.
Dalam
sebuah hikmah disebutkan :
“koreksilah
jiwa –jiwa kalian, sebelum kalian dikoreksi,”
Dalam
mengartikan kata anfus dapat dilakukan dengan dua jalan. Pertama jika lafadz
anfus diartikan jiwa secara umum, maka hikmah tersebut bisa jadi memerintahkan
kita untuk muhaasabah terhadap jama`ah, sebab kita telah sepakat untuk
menjadikan jama`ah ini sebagai nafsin waahidah, satu jiwa (satu
tubuh, lihat kembali materi taushiyah
ke-6). Kedua ,ika lafadz anfus
tersebut diartikan “ diri sendiri “ maka perlu dipahami bahwa yang lebih tau
akan kesalahan diri kita adalah orang lain. Pepatah arab mengatakan :
“Kuman diseberang
lautan kelihatan dan gajah dipelupuk mata tak kelihatan.”
Karena
itu dalam mencapai tujuan ta`liful qulub
diperlukan angfota jama`ah sebagai patner dalam usaha muhaasabah. Upaya ini
dalam berjalan timbal balik, suatu saat kita juga harus siap bertindak sebagai muhaasib
orang lain.Bila pemahaman demikian di jalankan insya`allah akan terjalin
suasana saling wishoyah bilhaq sesuai dengan ayat :
(QS. Al ashr:3)
MAKNA MUHAASABAH
Muhaasabah
dapat bermakna saling kontrol untuk keselamatan bersama. Hal ini diperlukan
karena adanya pintu kesalahan (baik tersadari atau tidak) bagi anggota jama`ah.
Untuk itu diperlukan usaha saling koreksi /kontrol terhadap setiap sesalahan,
sekecil apapun kesalahan itu, lebih-lebih kesalahan yang menyakut masalah pelanggaran hukum syara`.
Muhaasabah
bukan ghibah,bukan pula fitnah, sebab muhaasabah di dasarkan pada
sikap untuk dar`ul mafaasid (menolak kerusakan) dan manfaatnya dikembalikan
kepada ummat islam dengan membimbing harga diri dan kehormatannya.Perbedaan
muhaasabah dengan ghibah dan fitnah terletak pada proses dan tujuan.Jika ghibah
dan fitnah terjadi dalam sebuah jama`ah, yang dilakuan seseorang atau beberapa
orang, maka hal itu bisa menjadi bara yang bisa membakar dan mencerai-beraikan
keutuhan ukhuwah dalam jama`ah, karena prosesnya tanpa melalui prosedur, di
dasari kecemburuan (iri/dengki), dan tujuannya untuk menggalahkan.
Agar
tidak terjerumus pada ghibah dan fitnah serta hal-hal yang terlarang lainnya,mengingat
bahayanya yang amat dahsyat dan terlarang oleh syara` maka perlu dipahami
prosedur sehingga tidak disebut ghibah, walau saat itu mengontrol dan
mengoreksi pihak lain, dan itu yang disebut muhaasabah. Prosedur tersebut
ditentukan sebagai berikut :
1. Tabayyun dan Lapor
1.1. Tabayyun
Yaitu konfirmasi langsung pada yang bersangkutan atau upaya mencari fakta
dengan data-data yang orisinil, tidak didasari perasaan. Tabayyun akan bisa
menghilangkan su`ud dzon dan sekaligus dapat memperjelas masalah secara
obyektif dan akomodatif, tidak parsial ( sepihak ). Missi pencarian fakta
dengan data (tabayun) didasarkan pada Firman Allah ta`ala :
“Wahai
orang-orang yang beriman. Jika datang pada kalian orang fasiq dengan membawa
berita (yang belum jelas) maka tabayyunlah”. (QS. Al Hujuraat : 6)
1.2. Melaporkan
Jika tabayyun langsung pada yang bersangkutan sulit dilakukan, maka
dilakukan dengan minta bantuan dengan cara memberikan laporan secara jelas
kepada qiyadah yang lebih atas ( lihat ; melalui prosedur ).Laporan ini masih
bersifat pencarian fakta belum pada fonis. Dengan demikian mengharapkan
tindakan lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan prosedur yang digariskan oleh
Allah ta`ala melalui firman-Nya :
“Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita keamanan atau ketakutan, mereka
langsung menyiarkannya (menyebarkan tanpa difikir).Dan jika sendainya mereka
menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri (yaiyu tokoh-tokoh sahabat dan para
Ulama`) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka ( Rasul dan Ulil Amri)” (QS. An Nisa` : 83 )
2. Memberikan Bayan yang Akurat
Bila dimintai bayan,informasikan secara benar dan lakukan
sejujur-jujurnya dengan bukti serta saksi seperlunya. Bukan kadzib
( kedustaan yang dibuat-buat ) bukan pula syahadatus dzur ( kesaksian palsu
).Kembali pada sikap muslim,sebagaimana disebutkan oleh Sayidina Ali ra, yaitu:
“Jika berkata dia jujur dan jika
dikatakan kepadanya, maka ia membenarkan.”
Pada langkah ini pencari fakta akan mengambil data dengan meminta bayan
orang-orang yang sekiranya dapat dipertanggungjawabkan. Demikian kewajiban dari
anggota jama`ah untuk bersikap selalu sidiq dalam memberi bayan.
3. Memperhatikan amaanatul majlis
Dalam suatu muhaasabah, amaanatul
majlis harus diperhatikan. Amaanatul
majlis berupa menjaga rahasia pembicaraan termasuk sumbernya, menutup aib, dan
tidak mengekspos informasi atau hasil keputusan ke luar bila belum ada
kewenangan. Dalam hadis disebutkan :
“Majlis-majlis itu dengan amanahnya.” (HR. Al Khotib)
Rasulullah memberi peringatan, daripada tidak sanggup menjaga amaanatul majlis (yakni khianat) lebih baik tidak berbicara.
beliau bersabda :
“Janganlah
suatu kaum duduk-duduk (membicarakan), kecuali dengan amanah”. ( HR. Al Mukhlis, dari Marwan bin Hakam,
Faidhul Qadir VI/443).
Dengan demikian kewajiban anggota
jama`ah adalah menutup tersebarnya berita acara yang terbahas di forum.Dan jika
masih ada ketidakpuasan terhadap forum,maka dia akan meminta adanya forum
berikutnya. Jika di forum tidak puas, dia tidak bersikap menyebarkan berita
acara ke luar forum.Ini akan menjadi sumber terjadinya fitnah.
4. Menghargai
Surat Al Hujuraat yang dikenal sebagai sumer adab dan akhlak orang
mukmin, telah banyak memberikan pelajaran kepada kita, seperti dalam ayatnya ( 10-12 ) di bawah ini :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain.Boleh
jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokkan).Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain
karena boleh jadi (yanng diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
panggilan yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa tidak bertaubat maka mereka
itulah orang-orang yang dhalim. “(11)
“Hai
orang-orang yang beriman,jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati
? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (12)
Dari ayat tersebut, dalam muhaasabah dilarang menampilkan sifat sukhriyah
(mengolok-olok), at tho`nu (mencela sesama mukmin), Al Alqaab Al Makruuhah
(memberi gelar yang buruk), Ad dzan As Suu` (berburuk sangka), tajassus
(meneliti kejelekan untuk kejelekkan), dan ghibah (menggunjing). Sifat-sifat
tersebut bisa mengurangi kemulyaan seseorang. Bila ditampilkan dalam
muhaasabah, maka yang dihasilkan bisa jadi bukan ihslah (perbaikan), akan
tetapi baghdla` (permusuhan) dan tafriqah (pecah-pecah).
Dapat dimengerti, bahwa larangan-larangan tersebut agar ada sikap menghargai
keberadaan pihak lain.Barangkali kelihatannya tidak berfaedah, jelek atau
lainnya, tetapi di sisi lain,Alloh Ta`ala memberikan keutamaan. Menghargai
pihak lain ini akan lebih dekat dengan taqwa, karena memahami kemulyaan
seseorang didasarkan pada ketaqwaannya. (QS
49:13)
5. Mengikuti Prosedur
PROSEDUR
MUHAASABAH
Agar tercipta sentralisasi yang tertib,
teratur dan efesien serta terbebas dari kesemrawutan,
dalam muhaasabah perlu diperhatikan prosedurnya.Prosedur muhaasabah disesuaikan
dengan kedudukan dan wilayah (zona) masing-masing. Misalnya, jika suatu
persoalan terjadi antara anggota jama`ah dalam wilayah naqib ma`had, setelah
tidak ada ishlah secara intern antar mereka sendiri maka penyelesaiannya
diserahkan kepada naqib ma`had. Jika naqib ma`had tidak mampu, persoalan itu
wajib diserahkan kepada naib mantiqi ma`had.Jika tidak mampu pula, maka
persoalan diserahkan kepada qiyadah yang berada diatasnya yaitu naib markazy.
Jika naib markazy tidak mampu juga, maka persoalan itu oleh naib markazy
dimusyawarahkan dengan ahlu syuro atau dimusyawarahkan langsung dengan Rais
Jama`ah.
Jika suatu persoalan menyakut diri naqib
sendiri maka harus diselesaikan langsung kepada naib mantiqinya, dan begitu
seterusnya. (lihat skema).
Dengan prosedur di atas, nantinya tidak
akan dijumpai persoalan yang lintas zona
dan atau persoalan yang lintas kedudukan.Jika memang dijumpai, maka harus
ditegur atau segera dilaporkan pada qiyadah di atasnya.
“Barangsiapa
dari kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya,
jika tidak mampu maka dengan ucapannya, dan jika tidak mampu maka dengan
hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim, I/45)
“Kemudian
datanglah setelah itu generasi penerus (yang jelek) yang mengucapkan apa yang
tidak dikerjakan dan mengerjakan apa yang tidak di perintahkan. Maka,
barangsiapa berjihad dengan tangannya ia mukmin. Berjihad dengan hatinya ia
mukmin. Dan di belakang itu tidak ada iman sedikitpun”. (HR. Imam Muslim, I/46)
Muhaasabah bilyad dalam hal ini
belum diterapkan karena kita belum mempunyai perangakat pendukung seperti
mahkamah, qadli, imam, algojo, dll. (Laa yukallifullohu nafsan illa wus`ahaa).
Suatu saat jika perangkat untuk menegakkan Muhaasabah bily ad sudah ada, maka
tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan.Kemudian sarana ketiga, bilqalbi,
juga tidak diterapkan sebab muhasabah bilqalbi merupakan manifestasi
iman yang palingl emah. Cara ini tidak dapat menghasilkan saling kontrol dan
koreksi secara jelas, orang hanya cenderung mendiamkan perkara yang tidak
disetujui. Padahal fungsi jama`ah untuk inqadzul ummah. Dalam hal ini, kita
merasa lebih pas secara kejama`ahan untuk menggunakan sarana muhaasabah billisan. “ Wakhairul umuur ausathuhaa.”
IKHTITAM
Demikianlah kita bersama-sama bergerak
untuk inqadzul ummah melalui ta`liful qulub yang terjabarkan
dalam sikap sadar bermuhasabah. Sadar bermuhaasabah berarti sadar akan
eksistensi dirinya yang ada kemungkinan terpeleset dalam noda kesalahan atau
paling tidak keteledoran. Sadar muhasabah juga dapat mengikis kesombongan dengan kebanggaan dirinya yang merasa ter di antara jama`ah.
Sadar bermuhasabah akan melunakkan hati. Dan dengan sadar muhasabah akan
mensolidkan gerakkan berjamaah dengan baik dan benar sesuai prosedur. Akhirnya
diharapkan mudah-mudahan muhaasabah kita bertambah baik,bertambah rap, dan
bertambah kuat untuk melangkah hari esok yang lebih mulya, Amiiin.
Komentar
Posting Komentar